Terima kasih kami ucapkan kepada semua yang sudah berpartisipasi mengirimkan tulisan ke BLog Cerpen, Baik karya sendiri maupun artikel dari sumber lain. Mohon maaf kepada yang kiriman tulisannya belum bisa kami muat dikarenakan keterbatasan waktu...!!!

Apa yang kamu cari? Temukan disini

Pengantin Cilik. Bab 20 (Rahasia Besar 2)

 

"Pi, bisakah kau ceritakan padaku soal rahasia besar yang pernah kau bilang saat aku menginap di tempatmu kemarin itu? Kenapa jika itu rahasia, kau bisa mengetahuinya sedangkan aku tidak? Apa Ka Lani juga tahu soal rahasia besar keluarga kita?" Tanyaku pada Pia dari telepon. Bagaimanapun aku harus tahu ada apa dengan keluargaku yang semakin hari terlihat semakin aneh dimataku jika dipikir-pikir. 

"Mmmh.... Kalau gitu kau datanglah main lagi ke sini. Biar kuceritakan semuanya secara langsung. Jangan ditelepon. Lagi pula, kenapa tiba-tiba kau pulang begitu saja? Padahal baru datang semalaman. Kita belum sempat bicara banyak. Bahkan Nenek juga mencarimu." 


Tiba-tiba aku teringat. Sesaat sebelum aku pulang karna panik ditelepon Ka Jaka, Nenek sedang membicarakan perihal pernikahan Kakak yang membuatku terluka. Seolah semua keluarga tahu rasa cintaku pada iparku itu. Ya benar, aku harus menemui nenek lagi. 

"Baiklah Pi, aku akan ke sana sore ini. Tunggulah, kau jangan pergi ya. Mengingat malam nanti malam minggu, kau pasti pergi malam mingguan kan?" 

"Apa kau gila Ren. Mana mungkin aku dibolehkan pergi ke mana-mana tanpa pengawalan Ayah atau Bang Misbah."
 Jawabnya kemudian. Tentu saja, hidupnya hampir sama dengan Ka Lani. Dia hanya boleh pergi sekolah. Itupun diantar dan dijemput oleh abangnya. Persis seperti Kakak yang selalu saja kutemani kemanapun Ia pergi. 

Akhirnya kuputuskan untuk segera berangkat menuju rumah Nenek. Tentu saja kembali aku membujuk Kakak agar mau mengungsi ke rumah Nenek. Sulit sekali membujuknya. Ia tidak ingin merepotkan suaminya untuk ikut tinggal di rumah Nenek, karna jarak dari rumah nenek ke tempatnya bekerja jadi lebih jauh. 

Tapi jika Ia pergi tanpa suaminya, rasanya berat meninggalkannya di rumah. Dia jadi orang yang menyebalkan jika menyangkut suaminya. Belakangan ini aku merasa Kakak semakin posesif pada Ka Jaka. Mungkin juga bawaan kehamilannya. Entahlah. 

Singkatnya aku sampai di rumah Nenek. "Hufff...." kuhela nafas panjang persis di depan pintu besar rumah ini. Kemudian aku mengetuk pintu agak kuat. Karna hari sudah malam, maka pintu sengaja ditutup. Hanya sampai jam lima sore saja pintu rumah ini terbuka lebar dan terlihat dari pekarangan depan.

"Assalamualaikum." 

"Waalaikumussalaam."
 Sahut Ibu dari dalam. 

"Lho, kamu balik lagi Ren? Tadi pamit katanya ada urusan penting apa sudah selesai urusanmu?"
 Tanya Ibu penasaran masih berdiri bersamaku diambang pintu.

"Mmmh... Sudah koq Bu. Alhamdulillah bukan masalah besar. Hanya Kakak ngidam minta dibawakan durian tadi." 
Jawabku sedikit terbata. Mungkin Ibu tahu aku berbohong.

"Bu, Pak, Bi, aku izin menengok Nenek sebentar ya?"
 Tanyaku pada mereka yang sedang bersantai di ruang TV.

"Tadi sih lagi ditemani Pia. Coba kau susul  ke kamar Nenek. Entah Pia masih di sana atau sudah ke kamarnya." 
Jawab Bibi kemudian.

Akupun bergegas ke kamar Nenek. Kubuka perlahan daun pintu besar itu tanpa mengetuk terlebih dahulu. Takut-takut Nenek sedang terlelap. Tapi ternyata masih ada Pia di sana dan Pia lantas menengok ke arah pintu dimana aku sedang melongokkan kepalaku ke dalam dengan setengah badan  masih di luar pintu.

Kulihat Pia sedang menggenggam tangan Nenek. Ternyata Nenek masih terjaga. 

"Rena datang Nek." 
Bisik Pia mendekatkan kepalanya ke kepala Nenek yang masih menggunakan masker oksigen diwajahnya.

Kemudian Nenek perlahan melepas masker oksigennya dan dengan suara parau memintaku masuk dan mendekat ke arahnya.

"Ren, kemari sebentar. Nenek harus bicara hal yang penting."
 Bisik Nenek dari kejauhan dengan suara parau khas orang yang sedang sakit. Akupun dengan langkah cepat dan hati-hati menuju ke arahnya.

Aku duduk ditepi ranjangnya kemudian kugenggam tangannya seperti yang tengah dilakukan Pia. Kutatap wajahnya dalam-dalam. Terlihat jelas usia tuanya yang sudah mencapai delapan puluhan tahun.

"Pia, Rena, Nenek harus menceritakan kisah keluarga kita yang selalu terjadi turun temurun selama ini. Kisah yang mungkin sulit kalian percaya. Dijaman seperti ini masih saja ada cerita mitos yang dipercaya keluarga kita."


Aku mendengarkan dengan seksama. Kulirik Pia dengan wajah penuh tanya yang mengisyaratkan padanya bahwa aku betul-betul tidak mengerti sama sekali. Yang jadi pertanyaanku saat ini adalah, apakah cerita yang akan Nenek bicarakan ini sama dengan apa yang akan diceritaka Pia?

Nenek melepas genggamanku dan berbalik menggenggam tangan kami berdua. Kami saling pandang kemudian kembali menatap Nenek. Pertanda kami siap mendengarkan apapun itu.

"Pi, tolong kunci pintunya. Katakan pada mereka di luar kalau Nenek ingin dibersihkan olehmu. Agar mereka tidak perlu masuk kamar ini dan curiga mengapa pintu terkunci."
 Perintah Nenek kepada Pia.

"Baik Nek, tunggu sebentar aku keluar." 
Jawab Pia menuruti perintah Nenek.

Tak lama Pia kembali masuk kamar sambil membawa baskom berisi air, handuk kecil dan sabun cair antiseptic di nampan besar. Hal itu Ia lakukan agar keluarga kami yang sedang berkumpul di ruang TV tidak curiga.

Rupa-rupanya, rahasia besar itu tidak boleh sampai ke telingaku karna ternyata aku adalah .......

*****

Bersambung ke Bab 21 ya guys. Jangan lupa like dan follow. Terima kasih support kalian semua.



No comments: