Terima kasih kami ucapkan kepada semua yang sudah berpartisipasi mengirimkan tulisan ke BLog Cerpen, Baik karya sendiri maupun artikel dari sumber lain. Mohon maaf kepada yang kiriman tulisannya belum bisa kami muat dikarenakan keterbatasan waktu...!!!

Apa yang kamu cari? Temukan disini

Pengantin Cilik. Bab 16 (Mencari Kakak)

 

Aku memang kesal dan marah padanya. Tapi aku tetap ingin Ia baik-baik saja. Salahku meninggalkannya ke rumah Nenek. Harusnya aku menjaganya. Kukatakan pada Ka Jaka untuk tidak memberi tahu Ayah dan Ibu. Biar kami berdua mencarinya dulu.

Akupun bergegas pamit pulang kepada seisi rumah Nenek. Terpaksa cerita tentang rahasia besar keluarga ini harus kutelan separuh. Karna aku tak bisa tinggal diam mendengar  Kakak sudah menghilang tujuh jam. 

Bahkan Ka Jaka juga sudah mencarinya ke pasar, sebenarnya aku sedikit kesal padanya. Kenapa dia biarkan istrinya yang tengah hamil pergi keluar rumah sendiri. Apa yang dia pikirkan.

Perjalananku dari rumah Nenek ke rumah memakan waktu satu jam. Dalam perjalanan pulang, aku turun dari bis yang jaraknya masih jauh dari rumah demi menelusuri jalan. Siapa tahu Kakak ada di salah satu jalan ini.

Aku terus berjalan membawa ransel besar. Setiap orang yang berlalu lalang tak luput dari pertanyaanku. 

"Mba, apa pernah lihat perempuan cantik agak bule sedang hamil lewat sini?" 
Tanyaku pada seorang wanita yang sedang berdiri menunggu bis sepertinya. Dia orang kelima yang kutanyakan sejak aku turun dari bis dan menelusuri jalan ini.

"Perempuan bule hamil, kayanya tadi lihat Mba. Pake baju putih kan? Dia berdua dengan laki-laki tinggi, tegap dan bertato ditangannya. Jalan ke arah sana." Jawab wanita itu sambil menunjuk arah jalan ke mana mereka pergi.

Tak salah lagi. Itu Bang Arya. Ke mana dia membawa Ka Lani pergi. Ya Allah lindungi kakakku. Mudahkan Ia kembali pulang ke rumah. Bukakan mata hati Bang Arya agar mau melepaskannya. 

Aku berlari ke arah jalan yang ditunjuk wanita tadi. Itu jalan menuju bukit dimana aku memergoki mereka berbincang kala itu. Kenapa Bang Arya selalu ke arah bukit itu? Ada apa di sana?

Aku meletakkan ransel dan tas jinjingku dipinggir jalan di atas rerumputan. Akan repot jika aku harus melewati bukit terjal itu dengan barang-barang ini. 

Aku terus menelusuri jalan berbukit ini. Setelah beberapa waktu, kuputuskan berhenti dan merogoh saku gamisku dan mendapati ponselku. Aku menelpon Ka Jaka. Siapa tahu Ia lebih dulu menemukannya.

"Hallo Ka, gimana? Ketemu?" Tanyaku singkat.

"Belum 'Dek. Apa terjadi sesuatu padanya ya? Apa kita lapor polisi aja 'Dek?" 

Suara Ka Jaka terdengar sangat panik. Aku berusaha tetap tenang. Langit begitu gelap padahal masih siang hari. Sepertinya akan turun hujan. Tapi belum waktunya aku menyerah.

"Jangan dulu Ka. Aku sedang berada di bukit teh dekat arah pasar. Masih mencari. Tadi ada orang yang lihat Kakak dibawa pergi Bang Arya ke arah situ."

Pada akhirnya aku harus menceritakan semuanya. Ka Jaka bingung sekaligus terkejut. Apa hubungannya dengan Bang Arya? Kenapa Bang Arya membawa lari Kakak?

"Aku akan ceritakan semuanya nanti Ka. Sekarang kita harus focus dulu mencari mereka. Sebaiknya Kakak cepat menyusulku. Aku melihat ada gubug kecil di kaki bukit ini. Sepertinya kita harus ke sana. Cepat Ka."

Tak berapa lama, Ka Jaka sudah berdiri di hadapanku. Memegang kedua lenganku dan menggoncang-goncangkan tubuhku dengan luapan emosi.

"Sebenarnya ada apa Ren? Apa yang kalian rahasiakan. Kenapa kau dan kakakmu tidak cerita apa-apa padaku? Apa yang kalian pikirkan? Apa kalian pikir aku tak sangguo melindungi kalian?"

Dia terus mengguncang tubuhku. Aku berusaha melepasnya sambil mencoba menenangkannya.

"Ka, jangan sekarang. Nanti aku ceritakan. Sekarang kita ke sana dulu." 
Kataku sambil menunjuk gubug kecil di kaki bukit.

Kamipun berlari ke aras sana. Benar saja hujan turun dengan derasnya. Kami tak mempedulikan betapa kuyup diri ini. Yang kami ingin hanya kakak selamat.

Kami berdiri tepat di depan gubug itu. Ka Jaka sudah akan bergegas memasukinya. Namun kutahan sejenak.

Sebentar Ka. Kalau kita tiba-tiba masuk tanpa persiapan. Aku takut Ka Lani dalam bahaya. Sebaiknya kita intip dulu dari belakang.

Kamipun menyusuri gubug itu ke arah belakang.

No comments: