ANDA PENGUNJUNG KE




Terima kasih kami ucapkan kepada semua yang sudah berpartisipasi mengirimkan tulisan ke BLog Cerpen, Baik karya sendiri maupun artikel dari sumber lain. Mohon maaf kepada yang kiriman tulisannya belum bisa kami muat dikarenakan keterbatasan waktu...!!!



Ikhtiar (Berusaha dan Berdoa) Bab 9. Pendekatan Lebih intens

Judul: Ikhtiar (Berusaha dan Berdoa)

Bab 9 dalam kisah "Pendekatan Lebih Intens"
Gendre: Drama Keluarga
Status: On Going

* * * * * * * * * *

Sabtu malam ketika aku sedang asyik berbincang dengan Ibu di ruang TV, Tiba-tiba Pak Diman satpam gerbang rumah kami mengetuk pintu dan memberi info bahwa ada tamu menunggu di luar gerbang dengan mobil putih. Kata Pak Diman tiga orang. Dua oang laki-laki dan satu perempuan. Lelaki yang satunya sepertinya driver mereka. Namanya Pak Nizam dan Bu Sarah. Sedangkan yang bicara dengan Pak Diman namanya kuncoro. Dia mengenakan setelan hitam rapih khas driver pribadi. Aku dan Ibu terkejut dan saling tatap.

"Jadi, mereka seserius itu melamarmu 'Nak?" Tanya Ibu dengan dahi mengerut seolah tak percaya dengan kenyataan yang sudah kuceritakan sebelumnya.

"Ya udah Pak, antar mereka masuk. Benar koq mereka tamu saya." Kataku kemudian menginstruksikan kepada Pak Diman.

"Assalamualaikum Wr. Wb." Sapa mereka berdua bersamaan.

"Waalaikumsalam Wr. Wb." Jawabku dan Ibu juga bersamaan.

Dengan santun dan penuh hormat mereka berdua langsung menyeru Ibu dan bergantian mencium tangan Ibu yang masih terlihat bengong menatap mereka berdua.

"Ya ampuuun siapa ini? Temannya Mayang atau pasiennya? Kalian koq terlihat sangat elegan dan mewah. Seperti Ratu dan Raja yang turun dari singgasana menemui rakyatnya." Goda Ibu masih sambil memegang tangan Sarah yang baru saja cium tangan kepada Ibu.

"Iya Ibu. Saya Sarah pasiennya Mayang dan ini suami saya Nizam. Maafkan kalau kami ke sini mendadak dan mungkin mengganggu. Kami hanya ingin lebih dekat dengan Dokter Mayang yang katanya punya Ibu yang kalau masak tuh masakannya ngelebihin cheff-chef di Eropa sana Bu." Kata Sarah dengan senyumnya yang memikat dan terlihat sangat tulus seperti bidadari.

Aku rasa Ibu sudah terpikat olehnya. Karna entah bagaimana ceritanya mereka tiba-tiba saja sudah saling melempar kekaguman padahal baru pertama bertemu.

"Aduuuh bagaimana ini ya. Karna mendadak Ibu gak punya persiapan apa-apa di dapur. Kira-kira ada apa ya di kulkas yang bisa Ibu masak." Jawab Ibu membalas senyum dan kalimat Sarah.

"Tenang Bu, kami ke sini gak tangan kosong koq. Lihat nih udah ada sayuran, daging dan ikan juga bumbu-bumbunya. Aku pensaran sehebat apa nih cheff kesayangan Dokter Mayang yang setiap hari bekal makan siangnya selalu habis tak bersisa."

Merekapun tertawa. Kemudian entah bagaimana caranya Sarah mencuri hati Ibu, tiba-tiba saja mereka berdua sudah ada di  dapur dan sibuk memasak sambil bercengkrama. Sesekali suara tawanya menggelegar terdengar sampai ruang TV yang sedang aku singgahi berdua Kak Nizam. Rasa-rasanya Sarah sengaja mendekati Ibu dan membiarkan kami berduaan di sini. Sebegitu gigihnya perempuan ini ingin mempersuntingku untuk suaminya. Aku semakin tak memahami apa yang sebenarnya Ia inginkan dalam rumah tangga seperti itu.

Aku dan Kak Nizam terlihat canggung satu sama lain. Entah apa yang seharausnya kami bicarakan. Masalah ini terlalu rumit bagiku. Memang menurut Ibu tidak rumit. Beliau bilang ini hanya sesimple menerima atau tidak. Jangan pedulikan pandangan dan pendapat orang lain. Jika aku tidak mencintai Nizam maka lepaskanlah secepatnya. Jangan memberi mereka harapan. Namun jika aku memang masih ada hati untuknya, sebaiknya segera terima lamarannya untuk menikah.

Tapi aku bingung. Jika aku menerima. Maka tentunya aku akan bahagia dengan menjadi istri sahnya. Namun bagaimana Sarah? Benarkah Ia bisa bahagia untukku dan suaminya? apa ini tidak terlalu gegabah. Aku sungguh frustasi.

"Kak, kalian kenapa sampai repot-repot datang kemari? Bukankah terakhir kali kita bertemu, itu sudah menjadi tanda bahwa aku menolak lamaran kalian?" Tanyaku hati-hati.

"Masa sih? Koq rasanya kalau kuingat-ingat tidak ada kalimat penolakan di kalimat terakhir kali kita ketemu. Kamu cuma bilang aku egois kemudian pergi. Apakah aku egois sama dengan kamu menolak? Aku tidak paham. Coba kau tunjukkan lebih tegas lagi penolakanmu dan buktikan pada Sarah bahwa kau menolakku dengan jelas."

"Kak, tolong jangan buatku bingung. Aku tidak mungkin berada ditengah-tengah kalian. Apa yang akan Mba Sarah rasakan nanti jika melihat suaminya menikahi wanita lain?"

"Jadi itu yang kau khawatirkan? Bukankah sudah sangat jelas justru dia yang paling menginginkan ini?"

"Jadi benar ini hanya karna Mba Sarah yang menginginkanku kan? Tidak ada alasan lain?"

"Ya Tuhaaan Mayang. Kau ini gadis ABG atau apa? Haruskah kunyatakan cinta terlebih dahulu agar kau tahu bahwa aku memang mencintaimu dan ingin kau jadi istriku? Itu yang mau kau dengar? Kalaupun iya aku bicara demikian apa kau akan percaya sementara aku masih beristri? Kalau aku mencintaimu lalu masuk akal jika aku juga mencintai Sarah? Jujur Mayang aku sangat bingung dengan perasaan ini. Aku seperti tidak ingin kehilangan Sarah sebagai istriku namun aku ingin kamu menerimaku. Aku seperti sudah terjebak dengan kalian. Iya OK aku serakah aku egois. Aku ingin kamu tapi tak mungkin mengabaikan Sarah. Bagaimana menurutmu?"

Belum selesai pembicaraan kami. Tiba-tiba Ibu memanggil dari meja makan dengan suaranya yang khas dan lantang ketika tidak ingin diabaikan.

"Ayooo segera ke meja makan semuanya. Sudah siap nih masakan ala cheff Sarah dan Ibu. Semoga sesuai dengan ekspektasi kalian dan tidak mengecewakan ya. Ayo kita makan dulu."

Sambil makan kami berbincang-bincang. Ibu dan Sarah maksudnya. Mereka terlihat akrab sekali seolah Sarahlah putrinya Ibu. Aku yakin setelah ini Ibu pasti akan mulai membahas kedepannya aku harus bagaimana. Dan akupun akan kembali bingung. Tidak lama setelah makan dan sebentar bercengkrama, merekapun pamit. Aku dan Kak Nizam sempat saling menatap. Namun karna canggung jadilah kami saling melempar pandangan.

"Awalnya Ibu sempat kecewa. Kenapa ada orang yang menginginkanmu jadi madunya. Ibu sempat merasa terhina. Namun ketika melihat Sarah, Ibu justru langsung merasa sebaliknya. Jika bukan kamu, Sarah tidak akan memilih jalan ini. Dia sungguh-sungguh memilih wanita yang levelnya setaraf dengannya. Kalian cocok 'Nak. Bukan kau dan Nizam. Tapi kau dan Sarah. Kalian berdua seperti ditakdirkan untuk hidup bersama karna keanggunan yang kalian miliki setara. Ibu paham mengapa Sarah memilihmu. Itu justru karna kamu sangat terhormat. Jadi pesan Ibu. Tidak perlu memusingkan gunjingan orang nantinya. Pikirkan saja hatimu sendiri. Dan jangan terlalu lama mengambil keputusan. Selain karna kau sudah berumur, kau juga perlu melahirkan cucu Ibu."

Bersambung ke Bab 10.

Tag: 

Blog Cerpen, Cerpen Upay, Mama Cica, Cerpen, Cerbung, Novel, Kumpulan Cerpen dan Novel Gratis, Baca Novel Gratis, Kisah Nyata, Cerita Hari Ini, Cerita Horror, Cerita Misteri, Cerbung Mama Cica,

Ikhtiar, Cerbung Ikhtiar, Ikhtiar Berusaha dan Berdoa, Cerpen Ikhtiar

Saluran WhatsApp.
Cerita Warna Warni.
Cerpen, Novel, Trilogy,
Horror, Curhat, dll.
Gabung yuk yang suka bercerita
dan mau belajar Blogging.



Belanja Produk Bermutu dan Berkelas 100% Original dari Official Store.