Judul: Ikhtiar (Berusaha dan Berdoa)
Bab 8. Respon Ibu
Jenis: Fiksi
* * * * * * * * * *
Di rumah, Mayang jadi lebih sering termenung. Tentu saja Ibunya menyadari perubahan pada diri Mayang. Ia tak mungkin tidak tahu putri kesayangannya sedang dalam masalah. Maka perlahan Ibunya mendekati Mayang. Bertanya langsung tentu saja itu sulit. Karna pastilah Mayang akan menutupi hal yang tidak Ia ceritakan kepada Ibunya sampai saat ini. Karna memang jika dia tidak berniat menutupi dari Ibunya, maka sudah sejak kemarin-kemarin dia pasti bicara. Itu pikiran Ibunya.
"Nak, sebetulnya beberapa hari ini ada hal yang mengganjal pikiran Ibu." Kata Ibu membuka pembicaraan. Mayang nampak kaget namun terlihat berusaha tetap tenang.
"Ada apa Bu? Koq gak ngomong dari kemarin-kemarin? Ibu ada masalah? Tidak bisa diselesaikankah atau butuh bantuanku?"
"Jadi, putranya Tante Mira ingin berkenalan denganmu lebih dekat. Dia sudah pulang dari Sidney dan sepertinya akan menetap di Jakarta. Katanya beberapa waktu yang lalu dia melihatmu di Caffee. Tapi sepertinya kamu tidak mengenalinya. Kamu ingat David? Dulu kalian pernah dekat waktu kecil. Kalian sering main bersama. Itu lho May, yang seringkali diejek anak-anak lain karna dia terlalu gendut. Bahkan awalnya kamu juga meledek dia. Tapi karna lama-lama kamu kesal dia jadi bulan-bulanan yang lain. Akhirnya kamu membelanya. Sejak saat itu kalian jadi berteman dekat. Tapi setelah lulus SD, David ikut Papanya bertugas ke Sidney dan sekolah disana. Bagaimana menurutmu? Apa kamu mau berkenalan lagi dengannya? Dia juga masih single. Dan diumurnya yang segini juga dia sedang menanti jodohnya. Eh tak sengaja dia melihat kamu di Cafe dan mengenalimu."
"Sejak kapan Bu? Koq Ibu baru bilang sekarang. Rasanya, aku pernah ingat Ibu bilang anaknya Tante Mira mau pulang dari Sidney. Tapi itu sudah berbulan-bulan yang lalu. Kenapa baru sekarang Ibu bilang?" Tanyaku meyakinkan. Aku sedang berfikir. Kalau saja David datang lebih cepat dan siapa tau kami berjodoh, bisa saja saat bertemu pasangan desperate itu aku sudah menikahi David dan hal serumit ini tidak terjadi dihidupku. Aku ingat David. Bocah kecil gendut lucu yang dulu pernah kuajak bermain hanya karna aku kasihan padanya.
Aku tidak peduli bagaimana penampilannya sekarang. Akan jauh lebih gendut atau bagaimana. Yang jelas, rasanya aku ingin sekali keluar dari lingkaran rumah tangga pasangan ini. Namun aku dilema. Karna dalam hati kecilku sepertinya aku tak bisa menampik pesona Kak Nizam yang terus menerus berlarian dalam pikiranku.
"Sebetulnya Ibu juga gak mau cerita sampai sekarang. Ibu sudah bilang pada David kalau sebaiknya dia langsung saja menemuimu di Rumah Sakit. Untuk apa Ibu pertanyakan dulu denganmu. Toh kalian sudah saling mengenal. Tapi belakangan ini, koq Ibu lihat ada yang aneh sama kamu. Sering melamun, sering tidak focus, bahkan sampai minta reschedule appointment pasien ke Suster Ana. Sebegitu rumitkah masalahmu 'Nak?"
Ibu itu memang luar biasa. Itulah sebabnya mereka disebut malaikat tak bersayap. Karna mereka tahu betul apa yang sedang menimpa anaknya. Seperti layaknya malaikat pelindung yang senantiasa melindungi manusia yang dititipkan padanya. Bagaimana mungkin aku merahasiakan hal sekecil apapun dari malaikat ini. Lambat laun Ia pasti akan menyadari. Tapi apa yang harus kuceritakan. Putrimu mau dipersunting lelaki kaya namun sudah beristri? Putrimu mau jadi istri kedua lelaki kaya? ataaau ada keluarga gila yang ingin rumah tangganya aku susupi sebagai madu?
"Hhhh....." menghela nafas panjang hanya semakin membuat Ibu berfikir aku benar-benar dalam masalah. Maka kuceritakan semuanya sedetil mungkin. Mulai dari siapa itu Kak Nizam yang adalah cinta pertamaku sedari SMA, Mba Sarah yang seorang Milyuner pemilik Rumah Sakit terkemuka yang adalah istri Kak Nizam, pertemuan kami di kajian, Mba Sarah yang datang ke Rumah Sakit untuk periksa namun ternyata hanya untuk PDKT untuk suaminya, sampai akhirnya pembicaraanku dan Kak Nizam di caffe kemarin. Semua kuceritakan pada Ibu tanpa terkecuali. Dan tahu apa respon Ibu?
"Jadi itu masalahmu?" Dengan senyum simpul Ibu berujar. Hanya begitu responnya. Aku sempat bingung. Namun tak lama, Ibu mulai membicarakan hal yang menurutku itu sangat benar. Walau aku berusaha menampiknya.
"May, kalau itu Ibu. Pasti sudah Ibu tolak dari awal, Karna itu jadi lelucon ketika Ibu yang hanya seorang Dokter tiba-tiba dilamar oleh istri dari laki-laki yang Ibu bahkan tidak mengenalnya dan tidak punya rasa padanya. Tapi lain halnya jika Dokter itu bukan Ibu melainkan orang yang sudah lama mengenal laki-laki itu bahkan punya rasa padanya. Tentu saja itu jadi rumit. Kamu bingung karna kamu masih mencintai dia. Jika tidak, maka sudah sejak lama kamu menolaknya kan? Lalu? Sekarang ini apa yang menghalangimu untuk menerima pinangannya? Cemburukah pada istrinya? Takut dicerca orang lain? Atau ada hal apa yang membuatmu bimbang?"
"Lho, memangnya Ibu setuju kalau putri satu-satunya ini akhirnya menikah diumur yang memang sudah tua tapi dengan suami orang? Seperti tidak ada pilihan lain karna aku sudah berumur Bu. Ibu gak masalah gitu?" Tanyaku dengan dahi sedikit mengerut karna bingung dengan respon Ibu yang sangat tenang tanpa menunjukan kesal sedikitpun kepada orang yang meminta anaknya jadi pengganggu rumah tangga orang.
"Bukan begitu. Kamu punya banyak pilihan lain. David misalnya. Atau Edo. Atau Varel. Tapi mana? Tidak satupun dari mereka yang mengganggu pikiranmu sampai setiap hari termenung dan mereschedule jadwal praktek. Kamu dengan sigap menolak mereka tanpa berfikir panjang. Tapi lihat sekarang. Begitu Nizam yang melamarmu. Kamu begitu gelisah karna Ia sudah beristri. Ingat Nak, pengganggu itu jika kamu mengganggu suaminya sementara istrinya tidak tahu dan ketika tahu dia murka. Sedangkan ini, bahkan istrinya yang meminangmu untuk suaminya. Kau bukan pengganggu, bukan pelakor dan semua sebutan buruk untuk wanita perusak rumah tangga orang. Kau tidak merusak rumah tangga mereka. Justru mereka yang memintamu memasuki istananya. Itu jelas jauh berbeda May. Ibu tidak akan mendikte apapun untukmu. Semua keputusan ada ditanganmu. Lakukan hal yang menurutmu benar. Ibu selalu mendukung."
Rupanya berbicara dengan Ibupun tidak membuatku menemukan solusi dari semua masalah ini. Tapi Ibu benar. Ini sebetulnya bukan masalah jika saja aku tidak mencintai Kak Nizam. Mungkin aku serakah. Ingin memilikinya tanpa Mba Sarah. Padahal Mba Sarah dengan sangat elegannya memintaku sebagai saudarinya. Lalu aku harus apa. Bagaimana mengatasi ini semua.
Bersambung ke Bab 9
Tag: Blog Cerpen, Cerpen Upay, Mama Cica, Blog Mama Cica, Cerpen, Kumpulan Cerpen, Ebook Cerpen, Kumpulan cerpen dan novel gratis, Review Film, Download Film, Sinopsis Film, Ikhtiar, Ikhtiar Bab 8, Cerbung berjudul Ikhtiar, Ikhtiar Berusaha dan Berdoa