ANDA PENGUNJUNG KE




Terima kasih kami ucapkan kepada semua yang sudah berpartisipasi mengirimkan tulisan ke BLog Cerpen, Baik karya sendiri maupun artikel dari sumber lain. Mohon maaf kepada yang kiriman tulisannya belum bisa kami muat dikarenakan keterbatasan waktu...!!!



Ikhtiar (Berusaha dan Berdoa) Bab 10. Kenyataan

Judul: Ikhtiar (Berusaha dan Berdoa) 

Bab 10 Kenyataan
Status: On Going
Gendre: Drama Rumah Tangga

 * * * * * * * * * *

Entah apa yang selama ini Ibu pikirkan tentang kesendirianku sampai saat ini. Kenapa tiba-tiba dia bahas soal cucu? Apa selama ini diam-diam Ibu berharap aku segera menikah. Rasanya Ibu tidak pernah membahas soal keinginannya. Ya, betul. Setiap kali kami ngobrol, rasanya aku hanya sibuk membicarakan diriku. Apa yang Ibu mau, apa yang Ibu rasa, sama sekali tak sekalipun aku tahu. 

Bagaimana ini. Ibu ingin cucu. Tapi jika aku harus berada ditengah-tengah pernikahan orang lain apakah tidak mengapa bagi Ibu? Tidak, aku tidak akan menerima lamaran mereka. Ini tidak benar. Mereka bisa mendapatkan perempuan lain dan itu bukan aku. Malam ini aku harus tegas untuk memberi keputusan pada mereka. Apapun yang terjadi kedepannya, aku hanya akan menjadi sahabat mereka. Tidak lebih.

Malam hari sekitar pukul 20:00 aku melajukan kendaraanku menuju kediaman Sarah dan Kak Nizam. Keputusanku sudah bulat untuk menyudahi semua ini. Akupun tak ingin membuat mereka berharap terlalu jauh. Aku tidak ingin menjadi duri dalam daging di rumah tangga mereka. Bagaimanapun ini adalah hal yang harus kuputuskan dengan kepala dingin. Dan kemarin malam aku sudah bertekad untuk memberikan jawaban yang tegas malam ini juga.

Perjalanan cukup jauh. Karna kediaman mereka berada di Bogor. Namun aku sudah memberi tahu sebelumnya bahwa aku akan datang. Meski terlalu larut, aku tetap harus datang malam ini. Agar ini tidak semakin berlarut-larut dan nantinya malah akan mengubah pikiranku.

Akhirnya aku sampai diambang pintu rumah mereka. Karna aku sudah memberitahu sebelumnya, satpam langsung segera membukakan gerbang ketika mobilku terhenti di depan gerbang mereka.

"Dokter Mayang ya?" Tanya satpam itu ketika kubuka jendela mobilku karna Ia menghampiri.

"Iya betul Pak, saya sudah ada janji dengan Bu Sarah dan Pak Nizam." Sahutku kemudian. 

Tak berapa lama akupun sudah diantarkan ke bagian dalam rumah megah ini. Seorang ART menghampiriku dan menunjukan jalan padaku untuk segera masuk ke ruang tengah dimana mereka telah menungguku. Tapi ternyata, disana hanya ada Kak Nizam tanpa Sarah. Mataku memandang ke sekeliling bagian rumah demi mencari sosok Sarah. Apakah dia masih di kamarnya. Batinku bertanya.

"Jadi, apa gerangan yang membawamu ke sini selarut ini Dok?" Tanya Nizam sambil mempersilahkan Mayang duduk di sofa ruang tengah. 

Mayang masih saja mencari sosok Sarah yang Ia yakin kemungkinan besar sedang tak ada di rumah ini. Hampir saja Mayang mengurungkan niatnya untuk menolak lamaran itu. Namun Ia pikir, tak mengapa jika harus menolak tanpa kehadiran Sarah. Toh nanti Nizam juga pasti akan menceritakan semua yang mereka bicarakan kepadanya.

"Aku ke sini untuk menjawab perihal lamaran kalian. Aku sudah tidak ingin ini ditunda-tunda lagi." 

"Tidak bisakah kau menunggu Sarah di rumah? aku ingin dia juga mendengar jawaban darimu".

Sepertinya Nizam tahu jawaban apa yang akan mereka dapatkan dariku. Entah kenapa sepertinya dia sedikit kesal. Aku tidak tahu. Dia kesal karna aku akan menolaknya dan itu melukai harga dirinya atau dia kesal karna dia memang mencintaiku dan ingin aku jadi istrinya? Yang mana yag dia rasakan sungguh aku tak tahu. Tapi apapun itu, aku harus tetap tegas kali ini. Aku tidak akan bisa hidup bersama mereka, terlebih lagi jika nanti pada akhirnya aku hanya akan jadi bayang-bayang Sarah di hidup Nizam. Tidak, aku tidak mau menyesali pernikahanku yang semestinya hanya sekali seumur hidup.

"Maaf Kak, tapi Mba Sarah ke mana ya? Apa beliau tidak di rumah hari ini?" Tanyaku penasaran

"Sarah sedang ada urusan. Dia sejak kemarin tidak di rumah. Kau tahu, betapa sibuknya dia dan sering sekali dia meninggalkanku untuk mengurus segala urusannya yang sangat penting dan tidak bisa dia tinggalkan. Mungkin itulah sebabnya dia sangat ingin aku menikah lagi. Agar ada yang mendampingiku kelak ketika dia sedang bepergian seperti sekarang ini."

Aku tersenyum kecut mendengar ucapan Nizam. Alasan macam apa itu. Harusnya kau sadar seberapa sibuknya dia sebelum kalian menikah. Harusnya kau tahu sepenting apa dia di perusahaannya dan begitu banyak pekerjaan yang harus dia tangani. Kenapa kau mau menikahinya sementara kau tahu dia orang yang sibuk dan kemungkinan akan sering pergi meninggalkan rumah dimana ada suami yang harus Ia dampingi.

"Maaf kak, menurutku itu bukan alasan. Jika betul alasannya adalah karna kesibukannya. Maka nanti ketika aku menikahimupun mau tidak mau aku harus mencarikanmu istri ketiga. Karna kau tahu kan aku seorang Dokter. Kegiatanku lebih parah sibuknya dari Mba Sarah. Jika Mba Sarah punya planning untuk segala urusan pekerjaannya, aku tidak seperti itu Kak. Aku harus stand by setiap waktu. Apalagi seringkali Ibu melahirkan diluar jadwal yang sudah kami perkirakan. Apa menurutmu aku harus berdiam diri di rumah menemanimu sementara ada Ibu yang akan melahirkan di Rumah Sakit menungguku? Aku jadi semakin mantap dengan jawabanku yang kurasa kau sudah tahu."

Kenapa aku jadi kesal sekali ya. Seolah pernikahan ini Nizamlah yang menginginkannya. Bukan paksaan dari Sarah. Padahal awalnya Sarah yang bersikeras dan menggebu-gebu mencarikan Nizam istri dengan alasan ingin memiliki keturunan. Apa mereka tidak pikir panjang. Bagaimana kalau ternyata aku juga tidak bisa memberi mereka keturunan? Dan sekarang, apa ini? Alasan kesibukan Sarah menjadikan dia boleh menikah lagi begitu?

Ya ampuuun aku sungguh sangat ingin segera secepatnya bertemu Sarah dan menolak lamaran mereka hari ini juga. Aku benci sekali sekarang dan tekad bulatku semakin bulat untuk menolak mereka.

Tapi tiba-tiba......

"Riiiing......" Suara telepon berdering. Aku lihat ART yang tadi mengantarku mengangkatnya. Namun seketika wajahnya panik dan berteriak memanggil Nizam.

"Paaak, ini dari Rumah Sakit. Kondisi Ibu Pak."

Nizam dengan sigap berlari menghampiri meja telepon dan meraihnya dengan sedikit kasar dan wajah panik. Entah apa yang dibicarakan ditelepon itu. Aku bingung. Siapa yang sedang di Rumah Sakit? Sarahkah? Atau Ibu mereka? Siapa yang dimaksud Ibu oleh ART nya? Aku menatap mereka yang masih berdiri di samping meja telepon. Kemudian Nizam bergegas keluar sambil melewatiku yang masih duduk di sofa.

"Maafkan aku Mayang. Aku harus segera pergi. Maaf kedatanganmu belum bisa kami sambut malam ini. Tapi ini sudah larut, sebaiknya kau menginap saja disini. Bi Asih akan menyiapkan kamar untukmu. Jangan pulang, berbahaya sudah malam. Atau jika kau bersikeras ingin pulang sebaiknya minta diantar Kuncoro. Ingat, jangan pulang sendiri atau aku akan marah. Aku serius Mayang."

Iapun pergi berlalu begitu saja tanpa menjelaskan apa yang sebenarnya sedang terjadi. Akupun tidak hilang akal. Maka kupanggil Bi Asih demi mencari tahu siapa yang sedang di Rumah Sakit.

"Bi, maaf. Boleh ngobrol sebentar sebelum menyiapkan kamarku?" Tanyaku dengan lembut. Iapun menghampiriku dan terduduk di lantai.

"Jangan Bi. Sini duduk disebelahku. Tidak perlu dilantai." Kataku sambil memegang kedua bahu Bi Asih dan menaikkannya ke sofa.

"Bi, tolong jelaskan sebetulnya ada apa di Rumah Sakit? Siapa yang sakit? Kenapa Pak Nizam panik sekali? Ibunyakah?" Tanyaku hati-hati.

Bersambung ke Bab 11

Tag: Blog Cerpen, Mama Cica, Cerpen Upay, Kumpulan Cerpen, Kumpulan Novel, Baca Cerpen dan Novel Gratis, Cerpen Ikhtiar, Novel Ikhtiar, Ikhtiar, Cerita berjudul Ikhtiar, Cerbung Ikhtiar

Saluran WhatsApp.
Cerita Warna Warni.
Cerpen, Novel, Trilogy,
Horror, Curhat, dll.
Gabung yuk yang suka bercerita
dan mau belajar Blogging.



Belanja Produk Bermutu dan Berkelas 100% Original dari Official Store.