Terima kasih kami ucapkan kepada semua yang sudah berpartisipasi mengirimkan tulisan ke BLog Cerpen, Baik karya sendiri maupun artikel dari sumber lain. Mohon maaf kepada yang kiriman tulisannya belum bisa kami muat dikarenakan keterbatasan waktu...!!!

Apa yang kamu cari? Temukan disini

Pengantin Cilik. Bab 14 (Rahasia Besar 1)

 

Paginya, aku yang belum tidur membangunkan Pia untuk sarapan. Yang lain sudah menunggu. Alhamdulillah pagi ini Nenek membuka mata. Sebelum ke meja makan, kusempatkan diri menemui Nenek. Ia menatapku, dari wajahnya aku tahu Ia ingin bicara. 

Kuraih tangannya, lalu kugenggam erat. "Nek, kenapa bandel minta pulang? Bukankah lebih baik kalau dirawat suster? Kan lebih intens nek dibanding di rumah yang terkadang kami tidak mendengar panggilan Nenek."

Ia melepas genggaman tanganku, kemudian berusaha meraih masker oksigen diwajahnya untuk Ia lepaskan. Ia berhasil melepasnya dan mulutnya mulai terbuka. Walau bicaranya terbata-bata, namun aku masih jelas mendengar perkataannya.

"Mana Lani?"

Oh God, lagi-lagi. Tetap yang dipedulikannya adalah Kakak. Padahal aku disampingnya. Tidak bisakah dia bertanya dulu keadaanku? Apa gerangan yang membuatku ada di sini, di sampingnya, di rumah ini?

Jika saja Nenek tidak sedang terbaring lemah, sudah tentu aku akan berdiri dengan wajah jutek untuk kemudian meninggalkannya pergi ke ruangan lain. Namun kondisi Nenek yang seperti ini, membuatku harus mengorbankan perasaanku. Lagi dan lagi.

"Kakak gak ke sini Nek, cuma aku dan Pia cucu nenek yang ada di rumah ini. Mau kupanggilkan Pia?" Tanyaku dengan sedikit nada jutek. Sulit rasanya menyembunyikan rasa kecewa. 

"Tidak, bagus Lani tidak di sini. Nenek mau minta maaf padamu Ren. Maafkan Nenek dan orangtuamu yang harus selalu mengesampingkan dirimu. Acuh pada keberadaanmu dan harus mengorbankan perasaanmu pada iparmu."

JEDEEEERR..... 
Tak tahu mau mengibaratkan keterkejutanku dengan suara apa. Yang jelas aku kaget bukan main. Hampir keluar jantung ini dibuatnya.

"Maksud Nenek? Kalian tahu perasaanku tapi masih tetap menikahkan Kakak dengannya? Apa tujuannya Nek? Hanya untuk menyakitiku atau ada tujuan lain?"

Nenek meletakkan telunjuk dimulutnya "Ssstt..."
Memberi isyarat bahwa aku tidak boleh berisik apalagi mengeluarkan suara keras. Sepertinya Nenek tidak mau yang lain mendengar dan masuk ke kamar ini. Akupun mengangguk.

"Bukan seperti yang kau pikirkan Ren. Ini rumit. Nenek tidak bisa menceritakan semuanya. Bagaimana Lani harus menikah, bagaimana Ia harus menikahi orang yang Ia cintai dan ternyata orang itupun sama dengan yang kamu cinta. Semuanya rumit. Nenek tahu kau akan sulit percaya. Jadi Nenek hanya akan memberitahumu sedikit...."

Belum selesai pembicaraan kami, tiba-tiba Bibi masuk.

"Ren, ayo sarapan. Yang lain sudah menunggu. Biarkan Nenek istirahat. Jangan diganggu."


Aku dan Nenek saling pandang. Dari wajahnya aku paham bahwa Nenek memberi isyarat aku harus keluar menuruti perkataan Bibi. Mau tak mau lagi-lagi pembicaraan ini terputus. Sama seperti semalam dengan Pia.

Aku semakin bingung dengan rahasia besar keluarga ini. Apa jangan-jangan aku memang benar bukan keturunan keluarga ini? 

Aku harus mencari tahu ada apa dengan keluargaku. Kenapa mereka aneh sekali?

No comments: