Acara kajian selesai. Aku dan Ifa masih berdiri di ambang pintu aula. Aku masih terdiam mengingat sosok Ka Nizam barusan. Suasana masih ramai orang-orang. Tiba-tiba saja Ka Nizam terlihat berdiri tidak jauh dari hadapanku. Aku terkejut bukan main ketika melihat Ia sedang menatap ke arahku sambil tersenyum. Dalam batinku, apa tidak salah?
Ternyata Ka Nizam MC nya. Hatiku masih terasa deg-degan ketika melihatnya. Aku bingung, sudah begitu lama tidak bertemu dengannya. Tapi kenapa rasa yang sama timbul lagi. Sialnya lagi, ternyata Ka Nizam lebih ingat Ifa daripada aku. Ya sudah tentu sih. Dulu semasa sekolah Ifa memang cukup supel dan banyak dikenal murid lain. Dari adik kelas sampai kakak kelas rasanya kenal Ifa. Sementara aku yang sangat biasa ini, siapalah yang masih akan mengenalku. Apalagi diingat.
Kemudian perlahan Ia berjalan menghampiri kami. Aku mematung. Ya Allah dia ke sini. Ngapain? Tersenyum. Sama siapa? Aku atau Ifa? Duh makin terasa hangat rasanya hatiku. Seperti ada yang mengalir membanjiri hatiku yang semula dingin.
"Lho Dek' kenapa masih di sini. Kan aku bilang masuk aja ke balik panggung. Boleh masuk koq."
"Gapapa Mas, Adek nunggu depan pintu aja. Malahan tadinya adek mau ke parkiran aja tunggu dimobil."
Waduh. Apa-apaan ini. Ternyata Ka nizam bukan menghampiriku ataupun Ifa. Tapi dia menghampiri perempuan yang berdiri di sampingku dan Ifa. Ya Allaaah ternyata perempuan yang tadi duduk di sebelahku. Yang sempat menanyakan apakah kursi di sebelahku itu kosong atau tidak.
Sejenak kemudian matanya tertuju pada Ifa.
"Lho, kalo gak salah, kamu Ifa kan? Alumni SMA Harapan?" Tanyanya pada Ifa.
"Iya Ka Nizam. Aku Ifa." Jawab Ifa sambil tersenyum.
"Ya ampun, gak nyangka ya ketemu di sini. Oh iya Fa, kenalin. Ini istriku Sarah."
JEGEEEEERRRR.............. bagai kilat menyambar pohon hatiku yang semula dingin kemudian hangat kemudian hancur berkeping tersengat kalimat ini istriku.
Setelah tidak berapa lama Ifa dan Ka Nizam saling menyapa. Kamipun beranjak. Fix dia tidak mengenaliku. Sedih memang. Tapi ya sudahlah. Yang membuatku tak bisa tenang. Apakah istrinya sepanjang kajian mendengar semua perbincanganku dengan Ifa mengenai suaminya. Ya ampuuun. Apa yang harus aku lakukan.
"Fa, gak enak banget deh. Kayanya istri Ka Nizam mustahil gak denger obrolan kita. Ya ampun aku malu banget Fa. Kepergok terlalu mengagumi suami orang di depan istrinya. Ya Allah aku harus gimana Fa." Kataku sambil menutup wajah dengan kedua telapak tanganku dibangku kemudi dalam mobilku.
"Yah, kamu berdoa aja semoga dia gak denger." Kata Ifa kemudian.
"Gak mungkin Fa." Kataku lagi. Tak berapa lama, aku melihat sosok istri Ka Nizam berdiri di depan sebuah mobil yang terparkir di sebrang mobilku. Aku tak pikir panjang lagi. Buru-buru aku turun dan menghampirinya.
"Assalamualaikum Mba Sarah." Sapaku pada istri Ka Nizam yang sepertinya sedang menunggu kedatangan suaminya di parkiran ini.
"Waalaikumsalam." Jawabnya lembut.
"Maaf Mba Sarah, saya mau bicara sebentar. Saya Mayang temannya Ifa yang teman alumni sekolahnya Ka nizam yang barusan ngobrol tadi." Kalimatku berantakan. Sebagai seorang Dokter, rasanya omonganku ini sama sekali tidak mencerminkan. Karna aku terlalu gugup, malu, dan merasa bersalah pada perempuan lembut ini.
"Iya, saya tau koq Mba Mayang. Ada apa mba?" Tanyanya dengan sopan dan suara yang lembut keibuan. Aku meleleh oleh pesonanya dan tutur katanya yang lembut. Kalo perempuan lain mungkin sudah bersikap angkuh dan sombong berhadapan dengan perempuan yang jelas-jelas mengagumi suaminya. Tapi Sarah, sama sekali tidak seperti itu.
"Mba Sarah mungkin tadi mendengar obrolan saya dengan Ifa. Saya betul-betul minta maaf Mba. Saya harap Mba Sarah tidak merasa terganggu. Karna biarpun dari obrolan tadi saya seperti terlalu kagum pada Ka Nizam, tapi sejujurnya itu dulu Mba. Aduh, maksud saya, biarpun kedengarannya seperti saya masih mengagumi beliau, itu hanya karna beliau memang pantas di kagumi karna prestasinya. Seperti fans kepada artis aja Mba. Jadi saya mohon maaf kalo sekiranya obrolan tadi jadi mengganggu pikiran Mba."
Sungguh butuh keberanian teramat besar mengakui semua ini. Tapi sebagai seorang perempuan, aku tidak mau sikapku mengganggu perempuan lain. Terlebih lagi mengganggu pikiran rumah tangga orang. Jadi dengan segenap kekuatan dan rasa tanggung jawab, aku terpaksa harus bicara.
"Ya ampun Mba Mayang. Apa benar Mba segitu mengagumi Mas Nizam? Saya malah baru tau saat Mba ngomong ini. Saya sama sekali gak dengar obrolan Mba Mayang dengan Mba Ifa lho. Gak apa koq Mba. Saya baik-baik aja. Gak perlu terlalu dipikirkan." Jawabnya kemudian.
Rasanya mustahil dia tidak mendengar. Sepertinya dia hanya sedang menyelamatkan harga diriku saja. Dia sungguh-sungguh sosok perempuan yang bisa membuat orang jatuh hati seketika. Bukan hanya laki-laki. Tapi juga perempuan seperti aku. Yang setelah kejadian ini malah justru mengaguminya sebagai seorang perempuan yang baik, terhormat, lembut dan sopan. Rasanya tidaklah salah jika Ka Nizam jatuh cinta pada perempuan seperti Sarah yang cantik luar dan dalam. Aku memakluminya. Jika aku saja yang perempuan begitu kagum dengan pribadainya, bagaimana laki-laki.
Tak lama kemudian, Ka Nizam datang menghampiri istrinya yang masih berdiri bersamaku. Aku bingung dan jadi salah tingkah dihadapan mereka. Rasanya ingin buru-buru menghilang saja ke belahan dunia lain.
"Mas, ingat perempuan yang berdiri di samping Ifa teman Mas tadi?" Tanya Sarah kepada suaminya.
"Ini Mayang Mas kenalin. Mungkin Mas lupa, tapi Mayang ini juga adik kelas mas di SMA yang juga temannya Ifa." Terang Sarah kepada suaminya.
"Oh iya, maaf Mayang. Sebetulnya aku agak-agak ingat tadi. Cuma takut salah. Karna kamu berubah banget dari sejak SMA, dan Ifa tadi juga diam aja. Jadi aku takut-takut mau negornya." Jawab Ka Nizam kemudian.
"Mmmh, ya udah Mba Sarah, Ka Nizam, Saya permisi pulang dulu." Aku buru-buru pamitan. Takut wajah salah tingkahku semakin terlihat.
"Mayang cantik banget ya Mas." Kata Sarah sebelum aku beranjak. Aku tersipu dan makin salah tingkah.
"Iya, sejak dulu di SMA memang begitu. hanya saja dia terlalu pendiam. Hahahah." Jawab Nizam sambil tertawa.
"Ah kalian ini bisa aja." Kataku sambil tersenyum malu. Kamipun saling berpamitan.
Dimobil, dalam perjalanan pulang, aku menceritakan semua yang kubicarakan dengan Sarah dan suaminya. Ifa mendengarkan dengan seksama sambil senyum-senyum dan sesekali mengejek seperti kebiasaannya.
"Hahahah, jadi itu yang kamu omongin sama istrinya. Malu ya kegep. Hihihihi...." Ejek Ifa sambil makan cemilan dikursi penumpang. Sementara aku terus melajukan kendaraan sambil sesekali mendorong lengan Ifa yang mengejekku.
"Ah rese kamu ngejek aja." Kataku.
Bersambung Ke Bab3
Tag: Blog Cerpen, Cerpen Upay, Mama Cica, Cerpen, Cerbung, Novel, Kumpulan Cerpen dan Novel Gratis, Baca Novel Gratis, Kisah Nyata, Cerita Hari Ini, Cerita Horror, Cerita Misteri, Cerbung Mama Cica, Ikhtiar, Cerbung Ikhtiar, Ikhtiar Berusaha dan Berdoa, Cerpen Ikhtiar