ANDA PENGUNJUNG KE




Terima kasih kami ucapkan kepada semua yang sudah berpartisipasi mengirimkan tulisan ke BLog Cerpen, Baik karya sendiri maupun artikel dari sumber lain. Mohon maaf kepada yang kiriman tulisannya belum bisa kami muat dikarenakan keterbatasan waktu...!!!



Ikhtiar (Berusahan dan Berdoa) Bab 1. Terpesona


"Ya ampun Faa.... koq ada sih makhluk kaya ka Nizam. MasyaAllah Fa. Gagahnya dia...." kataku kepada Ifa sahabatku yang sedang duduk manis dikursi sebelahku. Kami semua sedang ada acara pensi di sekolah. Dan cowok yang barusan aku kagumi itu sedang berdiri di atas panggung dihadapan kami semua ratusan murid disekolah ini. 


Ia adalah Nizam. Senior kelas tiga yang juga seorang ketua osis plus ketua ekskul rohis. Tidak bisa dipungkiri lagi ketampanan dan kepandaiannya disekolah ini. Aku yakin semua siswi pastilah menaruh hati padanya. Ia memang luar biasa. Bagaimana tidak, diumurnya yang bahkan masih semuda ini, Ia sudah hafal AlQur'an dan fasih berbahasa arab. Katanya sih, umi dan abinya mengkhususkan Nizam kursus bahasa arab dan pendidikan tahfidz dirumahnya. 


Bahkan guru agamanyapun privat yang didatangkan langsung ke rumahnya. Bagi kedua orangtua Nizam, amatlah penting mendidik anak-anaknya menjadi pribadi yang lebih dekat dengan agama daripada dunia. Maka, disaat anak-anak lain sibuk kursus bahasa inggris, komputer, design, dan teknik lainnya, keluarga Nizam justru sibuk memberi pendidikan agama yang cukup dalam. 


Meski begitu, Nizam adalah Nizam, seorang cowok sempurna yang bukan cuma sholeh tapi juga banyak bakat. Hanya berbekal pelajaran bahasa inggris disekolah tanpa kursus, Nizam cukup lumayan berbahasa Inggris. Sehingga Ia menguasai dua bahasa asing itu. Ditambah lagi suaranya yang merdu setiap kali mengumandangkan Adzan dan semua nilai mata pelajarannya yang hampir sempurna. Jadilah Ia Nizam kebanggaan sekolah kami. 


Mungkin ini yang disebut mengejar akhirat pasti juga dapat dunia. Pelajaran yang selalu kupegang teguh semenjak aku mengenal sosok Ka Nizam kakak kelasku itu. 


Dia pulalah yang selalu mengisi acara ceramah setiap kali pensi tahunan diadakan disekolah kami. Salah satu ceramahnya ya itu tadi. 


"Kalau kita mengejar dunia, niscaya akan sulit kita dapatkan apa yang kita inginkan. Namun jika kita mengejar amalan akhirat, maka inshaAllah apa yang kita butuhkan didunia pastilah akan terpenuhi."


Dan sampai detik ini, dimana usiaku sudah menginjak 34 tahun, aku masih saja mengingat ceramah itu. Aku menjadi pribadi yang lebih baik dalam beriman. Mengejar keshalihan demi hidup tenang. Benar saja kata Ka Nizam, hidupku sempurna. Lulus dengan nilai terbaik, menjadi seorang dokter dengan penghasilan yang semua orang pastilah tau dan memiliki sahabat seperti Ifa yang masih saja setia menemaniku hingga detik ini. Meski sekarang Ifa sudah berkeluarga tentunya. 


"Jadi sekarang, apalagi yang kamu pikirkan May?" Tanya Ifa kepadaku yang sedang duduk dibangku pasien disebrang mejaku. Saat ini aku sedang sepi pasien. Sehingga aku meminta Ifa datang ke Rumah Sakit tempatku praktek untuk menemaniku. Ifa sendiri cukup sukses sebagai pebisnis butik muslim. Sehingga Ia tidak terikat waktu dalam pekerjaannya. 


"Maksud pertanyaanmu?" Balasku bertanya pada Ifa yang sedari tadi menanti jawaban dariku.


"Ya apa lagi yang kamu tunggu May. Hasan itu laki-laki yang baik lho. Dia sholeh, sukses sebagai entrepreneur dan kelihatannya dia juga betul-betul serius tertarik sama kamu. Kenapa ngga kamu terima saja tawaran ta'aruf darinya?"


Hasan adalah salah seorang teman kampusku semasa kuliah dulu. Ia juga telah berhasil menyelesaikan study kedokterannya. Tapi rupanya Ia lebih senang tenggelam dalam dunia bisnis ketimbang dunia kesehatan yang justru menjadi jurusannya di kuliah dulu. Unik memang. Namun entah kenapa aku merasakan hal yang berbeda pada Hasan. Memang ada sedikit rasa ketertarikan padanya. Pada sosok laki-laki mandiri nan cerdas seperti dirinya. Tapi perasaan itu tidak seperti yang pernah aku rasakan pada Ka Nizam dulu. Entahlah.


"Fa, tidak semua pernikahan itu segampang kamu dan Mas Edo. Kamu tau kan banyak hal-hal yang mesti aku pikirin." Jawabku kemudian. Aku tau Ifa mengkhawatirkan sahabatnya ini yang sudah 34 tahun menjomblo. Sedih ya. Hehehehe. Tapi tak mengapa. Allah tau apa yang kuinginkan tapi Allah tau apa yang lebih kubutuhkan. Aku masih harus istikharah meminta petunjuknya.


"Mas Edo, minggu depan aku mau mengajak Ifa ke Bogor. Ada kajian di sana. Ustadzah Arumi yang mengisi. Apa diizinkan?" Tanyaku pada Mas Edo suami Ifa dari sebrang telepon. Kebiasaan kami adalah aku selalu memintakan izin kepada Mas Edo suami Ifa meski sebelumnya Ifa sudah lebih dulu meminta izin kepada suaminya itu. Ini hanya sekedar rasa hormat dan tata krama kepada saudara. Bagiku ini penting. 


"Tentulah May, silahkan. Aku juga sudah bilang sama Ifa kalau dia boleh pergi sama kamu". Jawab Mas Edo kemudian. Ada sedikit rasa lega setelah mendapatkan izinnya, karna lokasi yang menurutku cukup jauh di Bogor. Meski bisa ditempuh pulang pergi, tetap saja membutuhkan waktu berjam-jam dijalan untuk tiba ditujuan.


*Seminggu kemudian dilokasi kajian*

Kajian dilaksanakan di dalam aula. Karna bukan di masjid, sehingga disediakan kursi-kursi untuk para tamu undangan dan hadirin yang datang. Aku dan Ifa duduk bersebelahan. 


"Permisi mba, kursi disebelahnya kosong gak ya?" Seorang wanita berparas cantik dan lembut tiba-tiba muncul dan menanyakan kursi kosong disebelahku dan Ifa.


"Oh kosong mba silahkan diisi aja." Jawabku kemudian. Acara sebentar lagi dimulai. Tapi tiba-tiba mataku terperanjat melihat sosok yang tidak kuduga hadir di acara kajian kali ini. "Apa aku salah lihat?" Batinku bergumam. "Tapi sepertinya benar. Meski sekarang kami sudah jauh lebih dewasa, tapi dia tidak banyak berubah. Aku yakin betul tadi itu Ka Nizam yang ada dibalik tirai belakang panggung."


"Kenapa May? Mukamu aneh dari tadi." Tanya Ifa menatapku heran. Aku masih kurang yakin meski sebetulnya sangat yakin. Aaah entahlah. Kurang yakin tapi sangat yakin. Apalah perasaanku ini. Acarapun dimulai.


Tiba-tiba sesosok laki-laki bertubuh tinggi, berkulit putih, tegap dan gagah membuka acara di atas panggung. Sontak aku dan Ifa terkejut. 


"MasyaAllah Maaay. Itu........"


"Iya Fa, itu. Itu lho yang dari tadi membuat mukaku aneh. Dia dibalik tirai panggung sesekali tirainya tersingkap aku lihat dia dari tadi. Ya ampuuun Faaa...... itu Ka Nizam. MasyaAllah ya Fa dia masih gagah aja. Bahkan sekarang aura charmingnya lebih kelihatan. Ya ampun Fa, cinta pertamaku didepan sana." Gumamku dengan wajah super aneh dan nyebelin saking kaget dan kagumnya pada sosok laki-laki itu. Aku sampai tidak sadar kalau obrolanku dengan Ifa sepertinya terdengar oleh orang-orang.


"Husss, May berisik kali." Sahut Ifa sambil menyikut lenganku pelan.


"Tapi itu Ka Nizam Fa, beneran dia kan." Bisikku kepada Ifa dengan suara yang cukup jelas.


"Assalamualaikum Warrohmatullahi Wabarakatuh, Terima kasih untuk para tamu undangan dan hadirin yang berkesempatan hadir di acara kajian kali ini yang akan diisi oleh Ustadzah Arumi. Saya berdiri di sini sebagai MC mengucapkan terima kasih juga telah diberi kesempatan membuka acara ini. Untuk itu kepada Ustadzah Arumi, dipersilahkan."


Saluran WhatsApp.
Cerita Warna Warni.
Cerpen, Novel, Trilogy,
Horror, Curhat, dll.
Gabung yuk yang suka bercerita
dan mau belajar Blogging.



Belanja Produk Bermutu dan Berkelas 100% Original dari Official Store.