Aku berjalan dengan langkah gontai. Seperti orang yang baru saja minum alkohol. Begitu rumit kisah hidupku. Semua pikiran buruk kini hinggap dikepalaku. Apakah Ayah bertujuan ingin mengorbankanku menggantikan Kakak? Apakah Ibu betul-betul bersikap terlalu berbeda karna Ia membenci Madam Mona yang adalah nenek buyutku? Apakah aku yang pada akhirnya nanti akan mereka tumbalkan menggantikan anak-anak gadis keluarga ini? Tapi disatu sisi kenapa aku merasa mereka justru menyayangiku? Bahkan Pia yang sudah tahu sejak dulu malah sangat baik padaku sebagai seorang sepupu. Apa dia tidak takut diulang tahunnya yang ke-20 kemungkinan dia akan tewas seperti yang lainnya?
Demi apapun, pikiran ini berkecamuk. Seolah iblis dalam diri Madam Mona kini berpindah ke kepalaku. Aku seperti penyihir jahat yang harus mulai berpikir bagaimana caranya melawan keluargaku sendiri. Bagaimanapun Ayah dan Ibu adalah orangtua yang membesarkanku, tidaklah mungkin mereka tidak menyayangiku. Mungkin awalnya bisa saja membenci. Namun yang namanya anak diasuh sedari bayi, bisa saja kan mereka menjadi menyayangiku.
Aku terus mencoba berfikir positif. Aku tidak boleh seperti ini. Bagaimanapun aku adalah putri mereka. Apakah aku sebaiknya bertanya saja kepada Ayah dan Ibu? Atau sebaiknya kutanyakan pada Nenek? Tapi kondisi Nenek tidak memungkinkan aku untuk memaksanya bercerita lagi. Dia sudah cukup lelah, sedangkan aku masih sangat penasaran dan ingin sekali mengetahui yang sebenarnya sekarang juga.
Akhirnya kuputuskan menemui Ayah. Selama ini selain Kakak, hanya Ayah yang mendengarkan ucapanku. Walaupun tidak selalu. Tapi Ayah mendukungku sekolah menggapai cita-citaku. Aku yakin dengan sangat bahwa Ayah betul-betul mencintaiku seperti putri kandungnya sendiri. Aku harus berbicara pada Ayah saja.
Aku menghampiri Ayah yang sedang duduk di teras menikmati kopi sambil membaca berita di gadgetnya. Aku sempat ragu. Awalnya kupikir biarlah berjalan seperti ini. Kuikuti saja apa yang sudah terlanjur terjadi dikeluarga ini. Kalaupun aku harus menjadi korban, setidaknya itu bisa kuanggap pembayaran atas jasa mereka membesarkanku hingga sekarang. Aku berniat diam. Namun, hati ini tetap ingin tahu. Walaupun mungkin nantinya ini akan melukaiku.
"Ayah, boleh ngobrol sebentar?" Tanyaku sambil berjalan menghampirinya perlahan.
"Tumben, biasanya mau ngomong ya ngomong aja, Kenapa hari ini sampai bertanya segala?" Tanya Ayah balik bertanya.
"Gak papa Yah, habis Ayah kelihatan serius sekali didepan gadget." Kataku kemudian.
"Sini, duduk di samping Ayah. Kelihatannya hal serius yang mau kau tanyakan? Soal apa? Sekolahmu? Kan uang penjualan sawah sudah dibuatkan rekening atas namamu. Apa lagi? Apa masih ada yang harus Ayah lakukan?"
"Bukan itu Yah. Soal itu, aku sangat terima kasih sekali Yah. Ayah udah mau mengorbankan sawah kita untuk sekolahku. Padahal kakak saja tidak Ayah izinkan meneruskan sekolah."
"Jadi? Ada apa?"
"Yah, aku sudah tahu siapa aku dan semua cerita turun temurun keluarga ini." Saat aku mengatakan ini, Ayah sama sekali tidak terkejut. Dengan wajah tenang Ia menarik nafas dalam. Kemudian meletakkan gadgetnya.
"Ren, kamu tetap putri Ayah. Apapun yang terjadi. Bagaimanapun keadaan yang mungkin akan terjadi, kamu adalah putri Ayah. Tidak peduli keturunan siapa dirimu. Kalau Rena sudah tahu semua ceritanya. Rasanya Ayah juga sudah tidak perlu menjelaskan banyak hal. Intinya, kamu adalah putri ayah."
Tidak terasa, air mataku berlinang. Aku langsung mendekap Ayah dengan sangat erat smbil berurai air mata.
"Terima kasih Yah, sudah membesarkan Rena hingga sekarang tanpa berfikir Rena keturunan siapa. Tapi Ayah, Rena betul-betul ingin tahu. Bagaimana ceritanya kalian memilihku untuk diadopsi diantara sekian banyak anak yang lain? Apakah ada tujuannya? Tolong Yah, ceritakan yang sebenarnya."
"Kamu akan sedih dan kecewa Ren. Sebaiknya kita jalani saja hidup yang sudah ada dan bahagia ini. Tidak perlu diungkap dan dibahas lagi. Toh pada akhirnya kutukan itu telah menghilang karna kehadiranmu. Kamu anugrah bagi kami. Kamu melepaskan belenggu kutukan itu Ren. Terbukti Kakakmu masih hidup dan sehat saat ini. Lani sudah melewati umur 20 tahun. Kau tahu itu kan? Jadi, kami yakin. Kehadiranmulah yang mengubah segalanya."
"Jadi, kalian yakin kutukan itu sudah selesai karna Kakak masih hidup? Baiklah Yah, Rena mengerti dan bersyukur jika hanya dengan kehadiran Rena. Semuanya menjadi Baik. Tapi Yah, Rena hanya ingin tahu. Terlepas dari Rena akan sedih dan kecewa. Rena inshaaAllah akan menghadapinya dengan tegar dan menerimanya. Jadi tolong. Ceritakanlah Yah."
**********
PoV Ayah:
"Baiklah, asal kau berjanji akan lapang dada mendengarnya. 16 tahun yang lalu, Ayah dan Ibu yang sedang menimang Kakakmu tiba-tiba dikejutkan dengan kedatangan nenek. Dia panik karna sepupu Ayah yang baru saja merayakan ulang tahunnya yang ke-20, ditemukan tewas bunuh diri. Entah apa gerangan yang sedang menimpanya hingga Ia memilih jalan yang mengerikan begitu. Intinya, sejak hari itu nenek jadi orang yang sangat berbeda. Ia mulai kacau."
"Dia bilang semua anak gadis keturunan kami tidak ada yang selamat di atas 20 tahun. Entah bagaimana cerita selanjutnya, nenek terpikir agar salah seorang dari kami. yaitu Ayah atau pamanmu mengadopsi anak perempuan lain untuk mengakali kutukan itu. Karna pamanmu sudah memiliki dua anak, Pia dan Abangnya, maka diputuskanlah Ayah yang akan mengadopsi anak perempuan lain."
"Tanpa sengaja, kami menemukan seorang bayi perempuan yang hampir terlantar karna kedua orangtuanya tewas dalam kecelakaan mobil. Saat itu kalian sedang dalam perjalanan menuju tempat wisata menurut salah seorang kerabatmu yang belakangan kami ketahui dia adalah bibimu."
"Ajaibnya ketika kecelakaan itu terjadi, kau satu-satunya korban yang selamat. Karna bibimu sudah memiliki banyak anak, Ia jadi menyetujui rencana kami mengadopsimu. Sampai saat itu kami masih belum mengetahui tentang kau yang adalah keturunan Madam Mona."
"Maafkan kami Ren, awalnya nenek berkata semoga nyawamu bisa ditukar dengan kakakmu kelak. Semoga kutukan itu jatuh kepadamu dan berakhir sampai dinyawamu saja. Tentu saja kami juga berharap demikian. Namun, seiring berjalannya waktu. Kami semua justru semakin mencintaimu. Menyayangimu seperti putri kandung sendiri."
"Ayahpun sampai detik ini masih mencari tahu apakah kutukan itu benar adanya atau ini hanya ketakutan yang tertanam dikepala kami hingga menyebabkan hal itu benar-benar terjadi. Ayah ingin menampik semua itu. Sampai akhirnya Kakakmu tepat 20 tahun dan Alhamdulillah sampai saat ini dia masih sehat. Kemudian nenek memutuskan untuk segera menikahkan kakak sebelum kutukan itu terjadi. Karna ada mitos yang mengatakan bahwa pernikahan adalah tolak bala paling ampun dari segala macam sihir."
"Itulah sebabnya kami semua buru-buru menikahkan Lani. Kami tahu perasaanmu pada iparmu Ren. Namun, kami juga tidak bisa memaksa Lani menikahi laki-laki yang tidak dia cintai. Kami takut kejadian bunuh diri sepupu Ayah, terjadi pada Lani. Tanpa sengaja Ibumu tahu kalau ternyata kalian mencintai laki-laki yang sama. Namun bagaimanapun."
"Lani yang lebih butuh perlindungan. Ini bukan sekedar perasaan Ren. Ini nyawa kakakmu. Maafkan kami yang harus mengesampingkan perasaanmu terhadap Jaka. Kami takut Lani tidak bahagia dengan pernikahan yang dipaksakan dan memilih jalan yang juga mengerikan seperti sepupu Ayah. Sekali lagi Ayah minta maaf atas nama keluarga Ren. Kamu berjanji untuk tegar menghadapi kenyataan ini kan."
"Dua tahun yang lalu, kami baru mengetahui bahwa ternyata kau adalah keturunan Madam Mona. Saat itu tanpa sengaja Ayah yang mendengar tentang Bibi kandungmu telah meninggal karna sakit. Datang takziah ke kediaman mereka bersama Ibu dan Nenek. Disana tanpa sengaja Nenek membuka-buka album foto lama. Bahkan disana ada foto jaman perang. Menurut keluarga kandungmu, mereka selalu menyimpan foto lama sebagai warisan turun temurun atas permintaan kakek buyut mereka yang adalah putra kandung dari Madam Mona."
"Nenek yang mengenali wajah Madam Mona terkejut bukan main. Dari situlah akhirnya nenek panik sendiri. Ia takut kutukan itu justru semakin dekat kepada keluarga kami. Nenek terus berdoa dan hampir setiap hari datang mengunjungi makam Madam Mona yang kami ketahui makam itu dijaga dengan baik oleh keturunannya. Nenek setiap hari datang ke makam itu dengan membawa benda apapun milikmu. Mulai dari pakaianmu, bahkan kaus kakimu. Ia menaruhnya dimakam itu dengan harapan Madam Mona menyadari bahwa keturunannya ada ditangan kami."
"Tak berapa lama kemudian Kakakmu ulangtahun dan sampai hari ini Ia baik-baik saja. Sehingga kami yakin, usaha Nenek berhasil. Ia mungkin berhasil menukar nyawa keturunan kami dengan keturunannya. Namun, Ayah tidak sampai hati mengorbankanmu. Kamu masih 16 tahun masih ada waktu 4 tahun dari sekarang untuk menyelamatkan jiwamu. Itu sebabnya Ayah akan mengirimkanmu ke luar kota yang jauh dari desa terkutuk ini. Agar kau kelak baik-baik saja di sana menempuh pendidikanmu."
"Ayah akan menjauhkanmu dari bahaya bagaimanapun caranya. Sekali lagi, Ayah memohon maaf padamu Ren. Kami semua sejak setahun yang lalu, sibuk ke sana kemari mencari cara untuk menghindarkanmu dari bahaya. Namun belum menunjukkan jalan apapun. Sehingga, sebelum umumu tepat 20 tahun, Ayah ingin kamu sudah tidak di tanah terkutuk ini lagi. Kau harus pergi dari desa ini Ren."
PoV. Ayah selesai. Lanjut ke Bab 23 ya guys. Dan inshaaAllah ending di Bab 23. terima kasih untuk yang sudah menyempatkan diri membaca cerbung ini. Semoga menghibur hari-ahri suntukmu guys.
Tag:
Pengantin Cilik Bab 22, Pengantin Cilik Bab 1, Cerpen Pengantin Cilik, Cerbung Pengantin Cilik, Novel Pengantin Cilik, Cerita Pengantin Cilik, Cerpen Upay Pengantin Cilik, Blog Cerpen Pengantin Cilik, Cerpen Upay, Blog Cerpen, Kumpulan Cerpen dan Novel, Kumpulan Cerpen Gratis, Baca Novel Gratis, Mama Cica
No comments:
Post a Comment