Cerita tentang tiga manusia yang terjebak hubungan dikejar umur. Baca yuk. Semoga menghibur.
***************
Kalian tahu kenapa ada beberapa laki-laki yang tidak merasa bersalah ketika mereka selingkuh?
Umurku 44 tahun saat ini, aku baru saja menikah 2 tahun lalu. Istriku sangat Sholeha, Ia bernama Sarah. Kalian pasti bertanya-tanya, ke mana saja aku selama ini baru menikah?
Yaah beginilah hidupku yang sibuk. Aku tidak pernah punya pacar. Bukan karna tidak ingin, bukan pula karna aku muslim yang taat. Dulu saat kuliah terkadang ada terbersit ingin memacari seorang perempuan yang pernah dekat denganku. Rasanya aku nyaman dengannya.
Tapi aku termasuk laki-laki yang cukup sulit jatuh cinta. Menurutku, nyaman saja tak cukup. Dia perempuan yang belum bisa membuatku memikirkannya di malam hari, tidak sabaran ingin bertemu dengannya. Tidak, aku tidak merasakan itu sama sekali. Sehingga kupikir. Mungkin ini bukan cinta. Ia hanya teman yang nyaman bagiku.
Hingga akhirnya kuurungkan niatku menyatakan perasaan padanya.
Waktupun berlalu. Tak terasa sudah wisudalah aku. Mulai hari itu aku menjadi si super sibuk. Tukang cari uang.
Yah, bagiku uang adalah segalanya. Kalau kuceritakan masa kecilku yang payah, ini akan menjadi cerita yang panjang dan terkesan aku tidak mensyukuri hidupku. Jadi kita skip saja.
Intinya, money can buy everything bagiku. Sudahlah itu sudah paling betul.
Pada akhirnya, beberapa kali aku berkarir di beberapa perusahaan dan terus sukses menjadi bagian paling penting diperusahaan manapun aku bekerja.
Sehingga akhirnya aku memutuskan untuk resign dan memulai perusahaanku sendiri.
Aku lupa prosesnya, karena waktu yang berjalan begitu cepat. Intinya, aku berada dipuncak kesuksesan sebagai seorang enterpreneur. Tentu saja di umurku yang masih 28 tahun saat itu, aku masih tidak memikirkan perempuan.
Aku terus berkarya, melahirkan banyak anak perusahaan. Hingga uangku bukan lagi milyaran. Tapi aku sudah tak ingin lagi menghitungnya.
Karna dengan yang kupunya, aku sudah tak perlu mengkhawatirkan apapun. Jadi buat apa capek-capek kuhitung.
Ketika umurku beranjak 37 tahun. Malaikatku mulai sering tantrum minta dicarikan menantu. Aku pusing dengan rengekannya. Bagaimana aku menikah, jika rasa saja tak pernah datang. Bagaimana caranya menemukan perempuan yang membuatku berdegup kencang, memikirkannya tiap malam, tidak sabaran ingin bertemu dengannya. Dimana bisa kutemukan perempuan seperti itu?
Aaah rasanya aku lebih bisa menuruti keinginan Roro Jonggrang membangun seribu candi ketimbang menuruti keinginan Ibuku ini.
Aku selalu berdoa siang dan malam. Mencoba untuk selalu khusu ketika sholat. Meminta Allah menunjukkan jalanku menemukan jodoh.
Tentu saja sebagai laki-laki, aku tidak mempedulikan umurku. Hahah, tidak tahu diri memang. Karna yaah aku merasa sukses dan penampilan sudah pasti OK. Dengan uang yang kupunya, kalian tahu sendirilah penampilan seperti apa yang bisa kukenakan sehari-hari. Perawatan kulit bagaimana yang bisa kujalani dan kubeli setiap waktu.
Iya dong tentu saja aku merawat kulitku. Walaupun aku laki-laki, bersyukur dengan cara menjaga diri ini untuk tampil bersih dan tampan adalah salah satu cara mensyukurinya kan.
OK, kembali ke calon jodohku Sarah. Ia adalah salah seorang karyawati di garmenku. Tapi dia bukan tukang jahit. Dia lebih ke staff kantor, mengurus segala keadministrasian di perusahaan. Mungkin bisa dibilang Ia juga seperti sekretarisku.
Karna tak jarang Ia juga mengurus banyak hal soal kegiatanku. Mulai dari jadwal meeting dengan klient, janji temu dengan Mitra, bahkan janji temu dengan dokterpun Ia yang atur.
Perasaan? Tentu saja profesional. Aku tidak punya perasaan khusus padanya. Dia perempuan yang cukup manis. Tapi sama sekali bukan typeku. Setahuku rajin ibadahnya, dia juga penyayang orangtua. Tentu aku tahu. Karna dia sudah hampir 10 tahun bekerja denganku. Umurnya 33 tahun saat itu. Hanya berbeda 4 tahun dariku yang 37 tahun. Ya, dia ikut bekerja denganku sejak umurnya 23 tahun.
Tidak lama setelah dia lulus kuliah.
Setahuku tadinya dia ingin sekali meneruskan S2. Tapi karna biaya, akhirnya dia urungkan niatnya. Aku sempat menawarkan beasiswa padanya.
Kukatakan bahwa aku akan memberinya beasiswa penuh menempuh S2, jika dalam 2 tahun ini aku melihat kinerjanya sangat baik. Iapun senang bukan main.
Walaupun belum 2 tahun seperti yang kujanjikan, setahun kemudian aku berniat memberikan beasiswa itu untuknya. Karna cukup setahun aku melihat kinerjanya diperusahaanku.
Hampir perusahaan ini tidak berjalan tanpanya. Padahal dia hanya mengurus jadwal. Dia hanya seorang admin. Tapi begitulah kerja kerasnya.
Namun saat kunyatakan akan memberinya beasiswa, Ia menolak. Akupun kaget.
Dia yang sangat semangat belajar dan sangat ingin membanggakan pendidikannya yang tinggi, tiba-tiba menolak kesempatan besar yang sudah ada di depan matanya.
Pada akhirnya aku tahu bahwa Ia menolak karna ingin mengurus orangtuanya dengan lebih intens. Mereka sudah cukup sepuh. Berbeda dengan ibuku yang masih terlihat muda, yaah karna memang menurutku ibuku masih muda. Ia melahirkanku putra satu-satunya ini ketika umurnya masih 19 tahun.
Tidak. Ibuku tidak hamil aku di luar nikah. Hanya saja, selepas SMA dia menikah dengan Ayahku yang saat itu umurnya sudah 27 tahun dan menurut Ibu kala itu Ayah sudah mapan. Makanya Ia mau dinikahi ketika masih sebelia itu. Walaupun umur Ayah dan Ibuku terpaut 7 tahun. Tapi lama-lama mereka kelihatan seumuran.
Yaah begitulah jika terlalu lama hidup bersama. Heheh.... Kata orang makin lama kita akan makin mirip dengan pasangan kita. Mungin ada benarnya.
OK, kembali ke Sarah. Orangtua Sarah sudah cukup sepuh. Sehingga Ia tidak sampai hati meninggalkan mereka berlama-lama di luar rumah. 10 jam berada di kantor dan di jalan saja sudah membuatnya khawatir. Apalagi jika ditambah dengan jam kuliah nantinya.
Akupun menghargai keputusannya untuk tidak jadi mengambil beasiswa yang kutawarkan itu.
Waktu berjalan sangat amat cepat.
Ibuku sudah 56 tahun.
Mulailah dia merengek minta menantu. Rasanya aku jadi malas pulang. Karna seperti ditekan harus segera menikah.
Ya, memang terdengar sangat lama hingga akhirnya aku memutuskan menikahi Sarah diumurku yang ke 42 tahun saat itu. Umur Sarahpun sudah tidak muda lagi. Tapi percayalah, dia masih terlihat seperti gadis 25 tahunan. Awet muda memang. Entah amalan apa yang dia lakukan.
Tapi terus terang. Rasa itu masih juga belum datang.
Pada akhirnya, Ibukulah yang menjadikanku akhirnya menikahi Sarah.
"Jan, apa kau tidak mau menikahi Sarah?" Tanyanya padaku dihadapan Sarah saat itu. Kami berduapun spontan menatap Ibu dengan tajam dengan shocknya. Karna tentu saja itu sangat tidak masuk akal. Kami sama sekali tidak pernah berpikir sejauh itu selama ini.
"Bu, gak sopan ih. Tiba-tiba ngomong begitu. Kasihan Sarah tuh jadi bingung. Ada-ada aja Ibu ih." Jawabku sedikit ngotot karna jadi salah tingkah di hadapan Sarah.
Singkat cerita akhirnya kutanyakan pada Sarah. Waktu itu siang hari. Waktunya makan siang. Ku telepon Sarah di meja kerjanya untuk kemudian kusuruh masuk ke ruanganku.
Dengan tanpa basa basi, kutanyakan padanya.
"Maaf Mba Sarah, meneruskan pertanyaan Ibu. Apa Mba Sarah mau menikah dengan saya?"
Tentu saja dia kaget. Tidak bisa berkata-kata. Entah apa yang dipikirannya. Dia terdiam. Sebentar menatapku, sebentar tertunduk. Sambil memainkan kedua jari telunjuknya. Imut, padahal Ia juga sudah berumur. Hhhh.... Apalah aku ini.
Aku tak ingin membuatnya berpikiran bahwa lamaran ini karna dipaksa Ibuku. Jadi, kukatakan padanya...
"Sebelumnya mohon maaf Mba Sarah, tidak ada maksud saya memaksakan kehendak. Disini, kita sudah sama-sama berumur. Maaf sekali lagi kalau pembahasannya seperti ini. Bukan merendahkan. Hanya saja, apakah Mba Sarah tidak berniat menyempurnakan separuh agama? Apakah tidak ada kemungkinan saya mengimamimu? Sayapun belum pernah punya hubungan dengan perempuan sebelum ini. Jadi mohon maaf kalau saya tidak terampil dalam menyampaikan maksud dan tujuan saya. Kamu tidak harus menjawab sekarang juga. Boleh dipikirkan dulu".
Kucoba meluruskan. Agar Ia tak salah paham dalam mengartikan lamaranku yang terkesan terpaksa. Walaupun dihati kecilku memang seperti itu.
Aku tidak menyangka pada akhirnya Sarah menjawab saat itu juga.
"Mohon maaf Pak Januar, sayapun tidak terampil dalam hal ini. Sebetulnya keadaan kita sama. Sama-sama diminta calon menantu oleh orangtua kita. Tapi sungguh Pak, saya mau menerima ajakan Bapak untuk menikah, bukan karna itu. Tapi saya yakin, Bapak akan bisa menuntun saya menyempurnakan agama dengan menjadi Imam saya kelak".
Begitulah ucapannya menerima lamaranku dulu.
Tidak ada pernyataan cinta diantara kami. Akupun terus terang tak pernah tahu bagaimana perasaannya terhadapku sampai suata hari aku mendengarnya berdoa setelah tahajud.
"Ya Allah, terima kasih akhirnya Engkau memuliakanku dengan memberikanku jodoh yang sudah sejak lama kuminta. Sedariku muda aku merindukan sosoknya, sejak lama tak luput pandanganku darinya. Aku sangat mencintai suamiku sudah sejak lama. Namun Engkau seperti mempermainkanku. Terombang ambing dalam asa. Berkali-kali aku hampir menikah dengan lelaki lain. Namun kuputuskan untuk tidak kulakukan karna cintaku padanya yang sungguh besar. Kupikir selama Ia tidak menikahi perempuan lain, itu cukup bagiku. Engkau malah menikahkannya denganku. Sungguh hadiah yang tidak kusangka ya Allah. Terima kasih sujud syukurku padaMu ya Allah. Mohon ampunanMu jika selama beberapa waktu ini aku mengeluh kenapa baru sekarang, diumur segini. Ya Allah aku mohon ampun."
Itulah doa yang tak sengaja kudengar dari balik pintu ruangan mushollah rumah kami.
Aku terkejut bukan main. Ternyata Sarah, istri yang kunikahi karna terpaksa ini, sudah jatuh cinta padaku sejak lama. Jadi Ia menerima lamaranku bukan karna kami sudah terlalu tua untuk sendiri, namun karna Ia menungguku selama ini.
Terus terang saat itu aku sangat bersyukur. Aku berterima kasih pada Allah yang memberikanku istri yang begitu mencintaiku.
Walaupun jujur saja sampai detik itu, rasaku padanya masih sama. Belum pernah kurasakan jatuh cinta padanya. Tapi sebagai seorang suami, kupenuhi semua kewajibanku. Aku berdoa, hadirkanlah cinta dihatiku ya Allah.
Tapi doaku sangat salah. Karna akhirnya Allah menghadirkan cinta dihatiku. Tapi bukan kepada Sarah. Ya Allah. Ujian macam apa ini. Aku jatuh cinta seperti remaja ABG umur 15 tahunan.
Hatiku berdegup sangat kencang dan wajahnya tak mau pudar kala kupejamkan mata ini.
Hana namanya. Wanita tercantik yang pernah kujumpai seumur hidupku. Satu-satunya wanita yang mampu membuat hatiku berdegup kencang dan bergejolak ingin terus menemuinya. Apa yang harus kulakukan Tuhan. Aku sudah beristri. Tak mungkin pula Hana mau denganku. Ia gadis baik-baik. Masih muda, sholeha, dan cerdas. Tidak mungkin Ia mau dengan Bapak-bapak seumurku apalagi telah menikah. Aku sudah gila kurasa.
Umur Hana 30 tahun. Terpaut 14 tahun saat aku bertemu dengannya. Ia belum menikah diumurnya yang menurut orang banyak sudah sangat matang saat itu. Padahal Ia begitu cantik rupawan. Tidaklah mungkin Ia yang seperti itu tidak ada laki-laki yang melamarnya. Pasti sudah sangat banyak lamaran yang datang padanya. Sudah 2 tahun aku menikah dengan Sarah. Semuanya normal saja. Aku masih sering berdoa agar Allah menghadirkan cinta dihatiku, namun aku lupa menyebut nama Sarah. Allah malah menghadirkan cinta dihatiku untuk perempuan lain. Ya Allah jawaban doa ini sungguh membuatku bingung.
Aku dan Sarah sudah dikaruniakan dua orang putri saat ini. Alhamdulillah, 5 bulan setelah kami menikah. Sarah langsung hamil. Begitu cepat Allah memberikan rezekinya pada kami, seolah mengejar ketertinggalan, Sarah melahirkan putri kembar.
Tentu saja aku sangat mencintai putri kembarku. Walaupun perasaanku pada Ibu mereka masih tetap sama. Hanya rasa tanggung jawab. Hatiku tidak berdegup seperti ketika aku melihat Hana.
Kadang kutepis rasa itu. Kuyakini bahwa ini rasa yang dihadirkan iblis bukan Allah. Ini godaan setan yang semestinya kujauhi.
Tapi apa? Aku malah semakin ingin dekat dengan Hana. Aku bertemu Hana karna Ia mitra bisnisku. Ia pemilik brand fashion Hana Fast. Kami bertemu karna Ia ingin memproduksi produk fashion tas dan dompetnya di garmenku. Jadilah kami bekerja sama. Setiap pengiriman barang ke gudang pusat Hana, entah kenapa aku sendiri yang ingin mengirimnya. Bahkan tak segan aku ikut dalam mobil truck pengiriman. Kutinggalkan mobil sportku dikantor. Demi bertemu Hana. Lambat laun, sepertinya Hana menangkap sinyalku yang jatuh hati padanya. Aku yang mati-matian bertahan, malah lengah. Entah keberanian seperti apa yang dimiliki seorang Hana. Apa karna kami beda generasi?
Ia menyatakan perasaannya terlebih dulu padaku. Aku kaget bukan main. Terkejut dengan pernyataannya. Karna sepertinya Ia tidak tahu kalau aku telah menikah. Atau ini kesalahanku yang tidak menunjukkan gelagat bahwa aku pria beristri. Tapi rasanya tidak mungkin Ia mengira aku lajang sedangkan Ia tahu umurku tidaklah muda.
"Mas Januar mohon maaf sebelumnya kalau saya terlalu berterus terang. Mohon maaf juga kalau saya salah mengartikan sikap Mas Januar. Apakah selama ini mas ada menaruh hati pada saya? Karna, saya ingin jujur pada perasaan saya. Bahwa sejak pertama bertemu Mas. Sepertinya hati saya berdebar. Tidak bisa dikontrol. Rasanya saya menaruh hati pada Mas. Mohon maaf jikalau saya salah dan membuat Mas bingung."
Begitulah pertanyaan Hana. Harusnya kujawab tidak, harusnya kujawab ini hanya perasaan profesional kepada mitra saja. Betapa dungunya aku.
Tapi jujur, jawabanku yang agak panjang saat itu mengalir begitu saja dari mulutku. Semua jawaban yang kulontarkan adalah jawaban paling jujur dan tidak ada kebohongan sama sekali.
"Maaf Dek' Hana, kalau saya sedikit lamban. Tidak seharusnya Dek' Hana yang menyatakan perasaan duluan. Saya tahu ini pasti sulit dan Dek' Hana sudah pikir matang-matang sebelum menyatakan. Terus terang saja. Saat pertama bertemumupun perasaan saya sama denganmu Dek' rasanya berdegup kencang sangat melihatmu. Malamnya ketika tidur, wajah Dek' Hana selalu muncul dan sulit pergi. Seharusnya sejak kemarin-kemarin saya ungkapkan rasa saya ini kepada Dek' Hana."
Demikianlah jawaban bodohku kepada gadis cantik dihadapanku ini.
Sejak hari itu, kami jadi lebih sering bertemu. Setiap hari aku selalu merasa bahagia. Di rumahpun sering senyum-senyum sendiri. Betul-betul seperti remaja kasmaran. Sarah tidak menaruh curiga sedikitpun. Karna sejatinya aku memanglah selalu sibuk. Hampir selalu berada di luar kantor bertemu para klient dan mitra. Meng entertain mereka sangatlah perlu. Agar mereka terus bekerja sama dengan kami. Hubungan terlarang ini berlangsung selama dua tahun. Sampai akhirnya Hana menuntut untuk dinikahi.
"Mas, kita sudah terlalu sering bersama. Apa Mas gak takut semakin berdosa? Lagi pula umurku sudah tidak muda lagi. Kapan Mas mau melamarku? Aku ini yatim piatu Mas. Tidak juga punya Paman yang bisa mewalikan. Jadi sangat mudah menikahiku. Tidak perlu repot izin ke siapapun. Kita sama-sama mapan. Apalagi yang menghalangi Mas? Aku ingin disegerakan. Karna umurku sudah 32 tahun, aku tidak mau terlalu terlambat punya anak."
Rengeknya padaku malam itu.
Terus terang akupun sudah tidak tahan lagi ingin bersama dengannya. Cintaku pada Hana semakin hari semakin besar. Namun aku tidak sampai hati menceraikan Sarah. Ia istri sholeha ya penurut. Sarah sama sekali tidak pernah berbuat salah sekalipun. 4 tahun pernikahan kami. Semuanya terlihat normal dan lancar saja.
Namun hatiku terpaku pada Hana. Bagaimana ini ya Allah. Aku tidak serakah. Aku tidak menginginkan keduanya. Jika diminta memilih, tentunya aku akan memilih Hana cintaku yang datang terlambat.
Kenapa kamu hadir dihidupku dua tahun setelah pernikahanku. Sebercanda inikah hidupku bagiMu ya Allah? Kenapa kau korbankan Sarah?
Aku kasihan pada Sarah. Ia teramat sangat mencintaiku. Bahkan sejak kami masih muda. Ia rela menantikanku yang padahal aku belumlah tentu menjadi jodohnya. Berkali-kali Ia hampir menikahi lelaki lain. Namun Ia tepis demi membersamaiku. Aku yang kala itu memilih hidup single tidak menikah, Ia ikuti dengan juga tidak menikah. Berada disampingku sebagai seorang karyawan yang patuh pada atasannya. Mengurus segala keperluanku di kantor. Hingga kini, Ia mengurus keperluanku di rumah.
Rozak yang akhirnya menggantikan Sarah di perusahaan. Rozak ikut kemanapun aku bertugas. Hingga akhirnya Ia tahu hubunganku dengan Hana. Aku memohon padanya untuk menyembunyikan semua ini. Iapun setuju. Karna Ia tangan kananku yang loyal. Aku bersyukur memiliki Rozak sebagai tangan kananku. Berkali-kali Ia menyelamatkan rumah tanggaku yang hampir kandas karna hampir ketahuan selingkuh dengan Hana.
"Aku sangat ingin menikahimu Dek' tapi aku...... "
Belum sempat kuteruskan ucapanku. Hana menyela.
"Takut Mba Sarah tahu? Kamu gak bisa bilang mau menikah lagi? Kita ini muslim Mas. Kamu laki-laki. Bebas bagimu memiliki lebih dari satu istri. Kalau kau takut tak adil. Maka lepaskan salah satu dari kami. Aku atau Mba Sarah? Mas mau pilih antara aku atau Mba Sarah? Atau Mas mau bicarakan hubungan kita ke Mba Sarah? Kuberi waktu dua hari untuk memikirkan ini Mas. Kalaupun kau lebih memilih hidup hanya dengan Mba Sarah. Aku akan mundur. Aku bukan gadis muda yang pantas jadi simpanan Om-om. Kutunggu jawabanmu lusa."
Aku terperangah. Terdiam mematung di depan pintu rumah Hana. Jadi selama ini Hana tahu kalau aku pria beristri? Tapi kenapa? Ia wanita mandiri yang sukses dan sangat kaya. Bukan hanya itu, dia juga cantik bukan main. Bisa saja disejajarkan dengan artis-artis. Tapi kenapa dia memilih berhubungan dengan pria beristri sepertiku? Dia tidak mengincar hartaku, dia juga tidak iseng. Jadi? Yah dari situlah aku paham bahwa aku dan Hana betul-betul punya perasaan yang sama. Kami sangat saling mencintai. Hanya saja kami bertemu diwaktu yang cukup terlambat. Kenapa aku gegabah menuruti permintaan Ibu meminang Sarah? Berkali-kali aku menyalahkan Ibuku. Bodohnya aku. Padahal ini murni ketololanku. Untuk apa aku terburu-buru? Bukankah umur hanya sebuah angka.
Aku berpikir dalam perjalan pulang. Apa yang kelak harus kulakukan. Aku bukan Ustadz, aku tidak pandai, tidak cukup berilmu untuk menjalani poligami. Namun untuk memilih salah satu, sudah pasti kupilih Hana.
Apakah Sarah setuju bercerai dariku. Aku harus membicarakan ini dengannya. Aku hanya bisa dengan Hana. Tapi aku tak sanggup menyakiti Sarah. Dia tidak bersalah. Dia istri yang penurut dan Sholeha. Tuhan, apa yang harus kulakukan?
Akhirnya di rumah, kupanggil Sarah ke meja makan. Anak-anak tentu sudah terlelap. Karna sudah jam 1 dini hari. Seperti biasa. Sarah tidak akan tertidur nyenyak jika aku belum pulang. Maka saat itu juga kubicarakan dengannya. Maksudku untuk menceraikannya adalah agar Ia bebas menemukan kebahagiaan lain. Aku ingin Ia bertemu cinta sejatinya. Seperti aku bertemu Hana. Aku sungguh ingin dia bahagia.
Uang belanja pribadi bulanan yang kuberikan sebesar 150 juta setiap bulan, akan tetap kuberikan sampai Ia menikah lagi. Akan kujanjikan itu padanya agar mudah. Toh pengeluaran rumah tangga dan anak-anak, semua aku yang atur. Uang bulanan 150juta yang selalu kuberikan itu, murni untuk dirinya pribadi. Bukan untuk uang belanja rumah tangga. Mungkin Sarah tidak akan keberatan berpisah dariku jika aku tetap menafkahinya.
Akupun membuka pembicaraan.
"Sar, sebelumnya Mas mohooon dengan sangat. Maafkan atas segala kekurangan Mas selama pernikahan ini. Tapi tahukah kamu Sar. Bagaimana perasaan Mas padamu selama ini? Mas sudah sangat berdosa. Mas ingin Sarah tahu lubuk hati Mas paling dalam,....... "
Lagi-lagi omonganku disela. Sama seperti Hana, Sarahpun menyela pembicaraanku.
"Stop Mas. Gak perlu. Mas tidak perlu sama sekali membicarakan soal perasaan. Hal-hal seperti itu harusnya dibicarakan sebelum menikah. Jangan menikahi seseorang yang tidak kamu cintai. Karna itu akan sulit untuk hidupmu sendiri. Tapi Mas, kita wajib mencintai siapapun yang sudah kita nikahi.
Terlepas dari bagaimanapun perasaan kita selama ini. Aku ini pilhanmu Mas. Kau yang memilihku dulu. Mas pikir aku tidak tahu sama sekali tentang perasaanmu Mas? Aku tahu. Aku sangat menyadari tidak sedikitpun kamu mencintai aku Mas. Namun aku selalu berdoa. Agar Allah melunakkan hatimu. Agar Allah membukakan hatimu, memberikan secercah cinta ke dalam hatimu Mas. Dan akhirnya aku menemukan itu. Aku melihat cinta dimatamu Mas. Alhamdulillah akhirnya kamu jatuh cinta Mas. Meski bukan denganku. Mungkin doaku salah. Mungkin aku lupa menyebut namaku sendiri dalam doaku. Sehingga Allah menghadirkan cinta yang kuminta itu ke dalam hatimu namun bukan untukku. Aku tahu Mas. Aku tahu semuanya sejak awal. Tapi tolong. Jangan paksa aku pergi darimu Mas. Kamu mau aku menemukan cinta sejatiku? Sudah Mas. Aku sudah bertemu dengannya. Sudah sejak lama aku bertemu cinta sejatiku sampai akhirnya aku bahagia dia jadi milikku. Kamu Mas, cuma kamu cinta sejatiku. Jadi kumohon. Tolong beri aku kesempatan untuk terus beibadah dalam pernikahan ini. Aku menikahimu karna Allah Mas. Aku mengabdi padamu karna Gusti Allah Mas. Bantu aku untuk tetap berbakti padamu demi RidhoNya Mas. Jangan ucapkan perpisahan. Ini bukan tentang nafkah uang. Pemberianmu tidak pernah kugunakan sepeserpun. Masih menumpuk di rekeningku. Aku tidak akan kekurangan dengan itu meski kau menceraikanku. Tapi bukan itu yang kumau Mas. Aku ingin kita tetap utuh. Tidak bisakah kau katakan pada Dek' Hana untuk membersamaimu denganku?"
Lagi dan lagi aku dikejutkan dengan kejutan-kejutan luar biasa yang sama sekali tidak kusangka. Jadi dua perempuan ini sudah tahu satu sama lain. Apa-apaan ini. Sempat ku suudzon kepada Rozak. Aku memeluk Sarah, mendekapnya dengan erat. Kami menangis berpelukan.
"Maafkan Mas ya. Mas sama sekali gak bermaksud nyakitin kamu Sar. Entah kenapa Allah memberikan rasa ini padaku disaat yang tidak tepat. Ya Allah sungguh aku minta maaf telah menyakitimu Sar. Aku harus apa Sar? Katakan? Kalau kamu memang tidak ingin bercerai dan menerima Hana dalam rumah tangga ini, aku sungguh Zholim padamu bukan? Bagaimana ini Sar? Mas bingung."
Air mata kami bertumpahan. Aku sedih dan mengasihani Sarah. Pasti sakitnya bukan main.
Tapi pada akhirnya Sarah lebih baik dimadu daripada diceraikan. Itu pilihannya dan bukan mauku. Ya Allah bagaimana bisa Engkau menciptakan bidadari ini hidup bersamaku? Tidak bisakah Kau mempertemukan jodohnya yang lain? Aku sungguh tidak ingin menyakitinya. Namun aku ingin juga bahagia dengan perasaanku pada Hana.
"Silahkan Mas nikahi Hana. Aku dengan sadar mengizinkan. Namun tolong, jangan sekali-kali membahas perceraian denganku. Aku ingin berbakti padamu karna Allah. Akupun ingin putri-putriku tetap memiliki keluarga utuh. Bujuk Hana agar Ia mau menerimaku sebagai Kakaknya."
Aku mencari Rozak. Aku yakin Rozak tahu semua ini. Akupun bertanya padanya perlahan. Karna kupikir pada akhirnya ketakutanku akan amarah dan murka Sarah tidak terjadi. Ia sungguh memiliki hati bidadari.
"Zak, kamu selama ini tahu kalau Sarah dan Hana mengetahui semua ini? Atau malah kamu yang beri info ke mereka?" Tanyaku pada Rozak.
"Demi Allah Azza Wajjalla Pak. Saya gak pernah sekalipun bahas soal segitiga ini ke para nyonya Pak. Sumpah. Mereka tahu sendiri entah dari mana. Waktu itu, kalau tidak salah ingat setahun yang lalu. Bu Sarah tiba-tiba tanya tentang Bu Hana. Saya bingung mau jawab apa. Jadi saya bilang kalau Bu Hana mitra bisnis garmennya Bapak. Beliau pemilik Brand Hana Fast yang order produk ke garmen Bapak. Cuma itu Pak. Gak lebih gak kurang. Dan itu cuma sampai disitu aja. Sedangkan kasusnya Bu Hana. Saya sama sekali gak tahu kalau Bu Hana tahu tentang Bapak yang sudah berkeluarga. Sumpah Pak, Demi Allah."
Begitu jawaban Rozak. Aku mempercayainya. Karna Rozak memanglah orang yang teramat jujur selama bekerja denganku. Ia karyawan paling lama yang ijut denganku. Bahkan lebih dulu dari Sarah.
Akhirnya kuutarakan juga kepada Hana soal Sarah. Toh sejak awal sepertinya justru Hana yang sudah siap memasuki rumah tanggaku dengan Sarah.
Akhirnya kami menikah. Tentu dengan restu Ibuku dan Sarah. Ibu menangis sejadi-jadinya memeluk Sarah dan memohon maaf. Demi membesarkan hati Sarah. Ibu berkata bahwa Sarah tetaplah menantu kesayangan Ibu.
Cerita berakhir dengan akhirnya aku berpoligami. Sarah dan Hana sama sekali tidak pernah bertemu. Itu permintaan Sarah. Ia belum siap berkenalan dengan Sarah. 7 tahun sudah kuarungi bahtera rumah tangga dengan dua istri di rumahnya masing-masing. Sarah dikediamanku, Hana dirumah yang Ia miliki sendiri sejak masih gadis. Aku dan Hana memiliki 5 anak. 3 putra dan 2 putri.
Dengan ini aku memiliki 7 anak. Meski Sarah dan Hana tidak pernah bertemu. Namun anak-anak kami sering bersama.
*TAMAT*
Catatan Penulis:
Nantikan kisah selanjutnya. PoV Sarah dan PoV Hana. Bagaimana mereka berdua mengetahui tentangnya masing-masing? Dari mana?
Dan bagaimana perasaan mereka satu sama lain ketika mengetahui kebenaran bahwa laki-laki yang mereka cintai ternyata satu.
Di postingan selanjutnya ya. Supaya gak ketinggalan, follow dulu Blog ini untuk mendapatkan notifikasi setiap posting cerita baru.
No comments:
Post a Comment