Ikhtiar (Berusaha dan Berdoa)
Bab 5
PoV Sarah
Baca Cerita sebelumnya pada Bab 4 disini
"Bagaimana Mayang menurutmu Mas?" Tanya Sarah pada suaminya beberapa hari setelah pertemuan kami di kajian hari itu.
"Hah? Mayang? Kenapa tiba-tiba bicarakan dia? Jangan bilang kamu mau aku melamar dia ya Dek' itu mustahil." Jawab Nizam kemudian.
"Lho, memang salah? Apa kamu yakin dia tidak menarik perhatianmu mas?"
"Dek. Mayang itu bukan perempuan biasa. Dia itu Dokter, sukses, dan...... ya pokonya begitulah. Mana mungkin dia mau jadi istri kedua. Meski sekarang kamu bilang dia masih single, sudah pasti banyak yang sudah melamarnya. Mungkin dia tinggal memilih saja mau sama yang mana."
"Dan apa mas? dan cantik? Benar kan? Aku benar kan kalo Mas tertarik sama dia?"
"Yaah, OK Mayang memang cantik. Justru karna itulah. Perempuan seperti Mayang mustahil mau jadi saudarimu dirumah ini. Lagipula kamu saja tidak kenal dia koq. Baru bertemu berapa hari lalu koq bisa-bisanya langsung punya keputusan seperti itu."
Pembicaraan kami terhenti sampai disitu, karna kupikir memang Mas Nizam ada benarnya. Aku sama sekali belum mengenal Mayang. Maka malam itupun aku tidak bisa tidur. Aku terus kepikiran dengan gadis cantik itu. Betapa kesan pertamaku dengannya sangat baik. Aku merasa ini suatu petunjuk dari Allah.
"Apa sebaiknya aku cari tau dulu kehidupan Mayang?" Dalam batinku bergumam. Maka kemudian akupun mencari tau semua yang berhubungan dengan gadis itu. Sungguh musthail, tak ada satupun hal yang membuatku tidak mengagumi sosoknya itu. Terlahir dari keluarga enterpreneur namun memilih menjadi seorang Dokter.
Dia juga tercatat memiliki klinik bersalin gratis di daerah pinggiran kota yang pemukimannya padat penduduk dengan status sosial dibawah standar. Sungguh luar biasa. Pagi hari sebagai Dokter SPOG di Rumah Sakit besar, malam hari mendedikasikan waktunya untuk klinik gratisnya.
Semakin dalam aku menelisik kehidupannya, semakin jatuh cinta rasanya. Aku tidak mungkin salah pilihan. Ditambah lagi, Ia pernah jatuh cinta pada Maz Nizam. Jika mengingat kejadian di kajian saat itu, tidak menutup kemungkinan dia masih menyimpan rasa pada Mas Nizam. Walau ada kemungkinan dia akan berusaha membunuh perasaannya itu setelah bertemu denganku istri dari laki-laki yang pernah dipujanya.
Tapi melupakan itu adalah suatu hal yang sulit. Aku yakin rasa itu masih ada. Aku harus meyakinkan Mas Nizam demi keluarga kami. Jika memang ini jalan yang Allah pilihkan untuk kami memiliki keturunan, maka aku harus menjalaninya dengan ikhlas dan tidak setengah-setengah.
Saat itu Mas Nizam tengah sibuk di ruang kerjanya. Ku ketuk pintu yang sebenarnya sedang terbuka itu. Agar Ia tidak kaget dan merasa terganggu dengan kehadiranku yang tiba-tiba.
"Ada apa Dek? Pake ngetuk segala. Sini masuk, temenin aku kerja." Katanya sambil tetap menatap ke tumpukan dokumen yang masih Ia pegang di atas meja kerjanya. Begitulah Mas Nizam. Sedikit dingin, sedikit romantis, sedikit gombal. Misterius dan itu yang membuatku semakin hari semakin jatuh cinta padanya hingga tak tega membiarkan keinginannya memiliki jagoan kecil sirna begitu saja seiring berjalannya waktu.
Aku rasa empat tahun bukanlah waktu yang sebentar untuk menanti kehadiran malaikat kecil itu di rumah kami. Aku ingin kebahagiaan itu hadir segera tanpa menunggu-nunggu lagi.
Aku masuk menghampirinya ke meja kerja. Kemudian kusodorkan map berisi dokumen ke hadapannya sambil memegang kedua bahunya.
"Apa ini?" Tanya Mas Nizam sambil membuka map itu. Begitu Ia buka dan melihat foto Mayang. Segera Ia tutup map itu dan meletakkannya kembali sambil memarahiku.
"Aduuuh apaan sih ini Dek' rupanya kau belum menyerah juga ya. Tidak peka dengan syarat yang kuajukan?"
"Mas, jujurlah dua syaratmu itu sudah kupenuhi. Kau tau Allah Maha benar tidak suka akan kebohongan. Jujurlah Mas, kau juga tertarik kan dengan Dokter Mayang?"
"Kau pikir hanya karna seseorang cantik, lantas dapat membuat semua laki-laki jatuh hati padanya? Aku tidak semudah itu Dek."
Iapun pergi meninggalkanku dengan amarahnya. Apa benar aku salah? dimananya Dokter Mayang yang membuatmu tidak jatuh hati mas?
Malam itu Ia benar-benar marah. Bahkan tidak tidur di kamar. Aku hampiri ke ruang kerjanya sambil membawakan selimut. Aku tau, kebiasaannya tiap kali marah padaku, Ia akan tidur di sofa ruang kerjanya. Bukan artinya dia sering marah padaku tanpa alasan. Hanya terkadang jika merajukpun Ia seperti itu.
Kubiarkan Ia tertidur di sana. Sambil kubisikan kalimat "Mas, demi Allah ini keinginanku, dan demi Allah aku berjanji tidak akan tersakiti, bahkan aku yakin aku akan bahagia mas." Bisikku ditelinganya yang aku yakin Ia masih mendengarnya meski sedang memejamkan mata.
Waktu sangat cepat sekali berlalu. Berminggu minggu aku berjuang meyakinkan suamiku itu untuk menerima tawaranku meminang Dokter Mayang. Siang malam aku berdoa semoga Allah membukakan hatinya untuk Mayang, melunakan sedikit amarahnya dan memahami keinginan istrinya ini.
Tak berapa lama, doaku diijabah Allah. Hati suamiku melunak karna aku tak pernah berhenti berjuang merayunya untuk mendekati Mayang. Malam itu akhirnya pembicaraan kami sampai pada titiknya.
"Baiklah jika itu benar-benar keinginanmu. Kau yang inginkan rumah tangga ini bertambah anggotanya dan aku sudah dengan susah payah menolak keinginanmu itu. Tapi jika dihari depan keinginanmu membuat hubungan kita berantakan, aku pasti akan menyalahkanmu. Ingat itu."
Meski perkataan Mas Nizam terdengar mengancam, tapi aku tau pasti bahwa apa yang dikatakannya itu semata-mata demi diriku sendiri. Mungkin Ia berharap dengan demikian aku akan kembali memikirkan keputusan besar ini. Sayangnya aku sudah bertekad untuk tetap maju.
* * * * *
"Begitulah bagaimana pada akhirnya Mas Nizam bersedia menuruti permintaanku May."
"Tapi jadi terdengar kau agak memaksa ya Mba Sarah. Apa Ka Nizam mengiyakannya bukan karna terpaksa?" Tanyaku penasaran.
"Kau akan tau sendiri nanti. Yang pasti, aku sudah mengutarakan niatku dan memberitahu semua yang harusnya kamu ketahui, agar dikemudian hari. Sikap Mas Nizam tidak membuatmu salah paham. Karna kau sudah tau maksudnya."
Aku tidak paham dengan kalimat Mba Sarah barusan. Sikapnya yang mana? Dikemudian hari? Maksudnya? Aaah semuanya membuat kepalaku berdengung rasanya. Obrolan kami terhenti sampai disitu. Mba Sarah pamit pulang sambil berkata bahwa aku harus memikirkannya masak-masak dan tidak boleh terburu-buru.
Dering ponselku berbunyi. Nomor tidak dikenal. Tidak ada dalam list kontak ponselku. Biasanya aku tidak pernah menerima telepon dari nomor yang tidak ada dalam daftar kontakku. Tapi entah kenapa rasanya saat ini aku ingin mengangkatnya.
"Assalamualaikum." Sapaku mendahului.
"Waalaikumsalam." Kata suara disebrang sana.
Bersambung ke Bab 6
Tag:
Blog Cerpen, Cerpen Upay, Mama Cica, Cerpen, Cerbung, Novel, Kumpulan Cerpen dan Novel Gratis, Baca Novel Gratis, Kisah Nyata, Cerita Hari Ini, Cerita Horror, Cerita Misteri, Cerbung Mama Cica
Ikhtiar, Cerbung Ikhtiar, Ikhtiar Berusaha dan Berdoa, Cerpen Ikhtiar