Terima kasih kami ucapkan kepada semua yang sudah berpartisipasi mengirimkan tulisan ke BLog Cerpen, Baik karya sendiri maupun artikel dari sumber lain. Mohon maaf kepada yang kiriman tulisannya belum bisa kami muat dikarenakan keterbatasan waktu...!!!

Pengantin Cilik. Bab 6 (Pelarian 1)

Bang Arya berdiri di tepi bukit. Apa yang dia lakukan di sana? Langkahku terhenti seketika. Bang Arya yang sedang berdiri di bukit itu rupanya tidak sendiri. Dia sedang bersama seorang wanita. 

Aku mengenal siluet wanita itu. Bertubuh tinggi dengan perut buncitnya. Ya Allah, Ka Lani. Sedang apa mereka di sana? Kenapa berbincang harus ditempat seperti itu? Apa yang mereka bicarakan?

Aku bergidik ngeri mengingat Bang Arya yang sebelumnya mencari Ka Lani dengan amarahnya. Mungkinkah mereka sedang bertengkar. Kurasa iya. Aku takut terjadi apa-apa pada mereka. Karna mereka berdiri di tempat yang cukup curam. 

Aku berlari kecil bergegas menghampiri mereka. Setelah mendekat, aku langsung menarik lengan kakak.

"Kak, ngapain disini. Bahaya." Kataku sambil mendelik menatap wajah Bang Arya.

"Bang, aku gak tahu apa yang sedang terjadi dan yang kalian bicarakan. Tapi tolong jangan bikin Ka Lani dalam bahaya. Dia sedang hamil." Omelku padanya masih sambil memegang lengan kakak.

"Ayo Ka. Kita pulang." Sambil menarik lengan kakak dan membawanya pulang.

Tiba-tiba Bang Arya berteriak saat kami sudah sedikit menjauh.

"Kamu dengar ya Lani. Kita belum selesai. Aku gak terima dengan semua ini." 

Terus terang aku takut sekali saat itu. Takut jika Bang Arya mengejar kami dan mencelakai Kakak.

"Kakak ngapain sih ngeladenin dia di tempat begitu?" Tanyaku penasaran sambil sedikit membentaknya karna kesal.

"Makasih Ren. Kamu datang tepat waktu. Tadi itu aku lagi mau mengambil bunga bakung yang ada di bukit itu. Tiba-tiba dia muncul dan berteriak padaku. Dia bilang aku wanita jalang yang sudah merayunya kemudian sekarang aku malah menikah dengan laki-laki sok suci seperti Ustadz Jaka. Aku takut Ren."

Sepanjang jalan Kakak menceritakan semuanya sambil terisak. Terlihat sekali dia sangat ketakutan. Tubuhnya bergetar saat kuraih lengannya di bukit tadi. Entah apa yang selanjutnya akan terjadi jika saja aku tak datang tepat waktu.

"Tolong Ren. Jangan ceritakan ini pada Ka Jaka ya aku mohon." Ia mengiba padaku. Aku hanya mengangguk tanda setuju.

Walau dalam batinku aku lebih ingin menceritakan semua pada suaminya itu agar Ia dapat melindungi istrinya ini. Aku tak mungkin menjaganya dari pria kekar yang sedang emosi seperti itu. Aku sendiripun pasti ketakutan menghadapi Bang Arya yang sedang murka.

"Tapi Ka, bukankah sebaiknya kita ceritakan saja pada Ka Jaka. Paling tidak, dia mungkin akan melindungimu dari Bang Arya." Pintaku padanya.

"Jangan Ren. Aku tidak mau Ka Jaka menghampiri Arya dan terjadi keributan karnaku. Jadi aku mohon. Jangan bicara padanya ya Ren. Aku juga yakin pasti Ka Jaka akan mengajakku pindah dari sini jika dia tahu Arya mengejarku."

Bagaimanapun, aku harus menghormati keputusan Kakak. Sehingga aku hanya mampu mengangguk dan setuju dengan apa yang dia inginkan.

Ini pertama kalinya kami bicara banyak setelah pernikahan Kakak dan Ustadz Jaka kala itu. Karna setelah mereka menikah. Aku sibuk menghindari Ustadz Jaka yang adalah kakak iparku, dan Ka Lani sibuk menghindariku.

Sesampainya di rumah, ku antar Ia berbaring di ranjangnya. Kututupi tubuhnya yang menggigil dengan selimut. Lalu aku duduk ditepi ranjang sambil menggenggam tangannya.

"Makasih ya Ren. Kamu sengaja mencariku. Aku gak tau kalau tadi kamu gak muncul. Mungkin dia sudah mendorongku ke jurang curam itu. Aku takut sekali Ren. Kamu benar dulu. Ternyata dia menaruh harapan lebih padaku. Harusnya aku tegas tidak punya perasaan apa-apa padanya. Bukan hanya bilang belum ingin menikah. Dia gila Ren. Gila."

Kakak bercerita sambil menggenggam erat tanganku dan menangis sejadi-jadinya. Aku bingung ingin berbuat apa untuk menenangkannya. Jadi, kuusap lembut punggung tangannya.

"Sabar ya Ka. Banyak istigfar. Percayalah Allah pasti melindungi kita. InshaAllah aku akan ada terus disamping Kaka. Mulai saat ini, kalau memang harus keluar rumah, aku akan temani kakak. Jadi kakak gak perlu takut ya. Sekarang istirahatlah dulu."

Tak lama kemudian kakak tertidur. Aku keluar dari kamarnya dan menutup pintu perlahan. Aku dilema. Antara ingin menceritakan semua pada Ka Jaka atau tidak. Disatu sisi aku ingin Ka Jaka melindungi istrinya, disisi lain, aku tidak ingin jadi orang yang tidak bisa dipercaya.

Dan apa rencana Bang Arya selanjutnya. Terakhir kali dia meneriakkan kalimat itu, membuatku berpikir dia pasti akan menemui kakak lagi entah kapan. Apa yang dia inginkan. 

Kini dia tahu bahwa kakak telah menjadi istri orang dan tengah mengandung. Sudah terlambat untuk meminangnya sekarang. Jadi apa yang dia mau?

Memikirkan hal itu membuatku mual dan bergidig ngeri. Aku takut laki-laki itu berbuat kasar pada Kakak.

No comments: