Pokonya ceritanya baguss banget deh. dan katanya lagi, ini cerita kisah nyata. Yuk di simak.
* * * * * * * * * *
Aisyah Untuk Faaris
“Masya Allah dia tampan sekali Aisy” Shifa menyikutku
tampak dibinar matanya sorot kekaguman yang luar biasa pada sosok pria yang
berdiri tegak didepan lapangan sedang memberikan kultum dipagi jumat ini.
Dia Faaris Salam, murid kelas X11 Ipa 1 yang most wanted di MA Miftahul Huda ini. Selain paras
yang menawan, kak Faaris_biasa aku memanggilnya_juga seorang ketua Rohis dan
hafiz Qur’an serta pemegang juara satu umum semester kemarin. Bisa disimpulkan
untuk jatuh cinta pada kak Faaris bukanlah hal yang sulit.
“Jadi untuk sahabat-sahabatku yang dirindukan surga,
jatuh cinta itu merupakan fitrah seorang hamba, kita sebagai remaja yang sedang
berjuang untuk dirindukan surga,jangan menodai fitrah cinta tersebut . Jatuh
cinta itu enggak perlu diumbar,karena tulang rusuk itu enggak akan tertukar“ Kak Faaris memberikan kesimpulan kultum nya pagi ini yang
bertema “Jatuh cinta ala
remaja yang sedang berjuang untuk dirindukan surga”. Aku bisa melihat sorot
kekaguman dari beberapa pasang mata sahabat-sahabat ku. Tak terkecuali Shifa.
“Aaaa Aisy dia keren banget Aisy, semoga calon masa depan
aku ya Aisy hihihi“ aku hanya menggeleng melihat polah Shifa yang lagi
terserang virus merah jambu, salah tingkah. Melihatku yang tanpa berkomentar,
Shifa lagi-lagi menyikutku “Aamiinin dong” rajuknya yang bikin aku mau tak mau
menarik bibir mengadiahi Shifa dengan lengkungan kecil dibibirku..
“Aamiin”.
Kak Faaris itu kalau dibikin metafora seperti bintang
sirius di rasi canis mayoris. Dia bersinar terang diantara bintang lainnya, dan
semua orang mengagumi cahaya birunya, termasuk aku. Bergabung dibawah
organisasi yang sama yaitu rohis,sedikit banyak nya membuat perasaan ku pada
kak Faaris bertambah setiap harinya. Aku tak memungkiri bahwa aku juga
merasakan apa yang Shifa rasakan bahkan mungkin semua akhwat disekolah ini.
Lagipula aku sudah pernah bilangkan jatuh cinta pada kak Faaris itu bukanlah
hal yang sulit?
Ini merupakan tahun terakhir kak Faaris di sekolah ini,
tinggal menghitung hari lagi pengumuman kelulusan untuk kelas X11. Sementara
aku masih harus menunggu setahun lagi untuk merasakan momen deg-degan menanti
kelulusan karena aku masih duduk dikelas XI. Aku mendengar bahwa kak Faaris
diterima di universitas Al-Azhar Mesir untuk program studi tafsir hadist. Kami
memberikan ucapan selamat pada kak Faaris sore ini yang diwakilkan olehku
sebagai ketua keputrian karena wakil rohis__kak Fudho tidak bisa hadir.
“Tahniah buat kak Faaris, semoga nanti nya ilmu yang
didapat bisa bermanfaat bagi orang-orang disekitarnya. Dan doakan juga ya
semoga kami juga bisa menyusul langkah kak Faaris, Barakallahu” ucapku mewakili
anggota rohis menyampaikan selamat. Rasanya jantungku berdetak berkali-kali
lipat dari biasanya hanya karena aku menyebut namanya. Memang interaksi ku
dengan kak Faaris jarang sekali. Karena aku berada dalam keputrian. Dan bisa
dihitung jari aku menyebut namanya itupun mungkin ketika rapat seluruh
keanggotaan rohis.
“Ya Allah yang menggenggam hatiku, jika dia jodoh hamba
dekatkanlah, jika dia bukan jodoh hamba beri hamba kekuatan untuk menerima
kenyataan Rabb..”
“Aisyah, jadi datang gak nih akikahan Nizam?” aku
mendengar Shifa merengek-merengek diujung telepon seperti bayi. Aku tertawa.
Besok Shifa akan melaksanakan akikah untuk putra pertamanya dengan Arsil. Aku
merasa bersalah karena tidak hadir dimomen bahagia Shifa. Bukan enggak mau tapi
waktu itu aku dikirim ke Palestina sebagai tenaga medis untuk rumah sakit
Indonesia yang dibangun di distrik Beit Lahiya Gaza Utara. Ku dengar Arsil
adalah pria yang baik dan soleh. Saat ini Arsil bekerja sebagai Sistem
Analis di perusahaan Google, Jakarta.
“Insya Allah”sahutku, aku mendengar Shifa berteriak
senang diujung sana.
“Insya Allah apa dulu nih? Insya Allah iya apa enggak?”
lagi-lagi Shifa merajuk. Ya ampun udah
nyaris kepala tiga, Shifa masih aja suka merajuk.
“Insya Allah iya sayang” ucapku geram menahan tawa.
“Ditunggu loh ya, sekalian bawa calon nya “ Shifa
menggoda diujung sana, aku hanya bisa tertawa.
" haha,udah dulu ya Aisy nelpon kamu kena roaming
internasional mulu, kamu sih jauh banget, assalamualaikum sahabat cantikku”
Shifa menutup telponnya.
Aku terlambat menyadari bahwa aku nyaris kepala tiga.
Semua sahabat-sahabatku di MA hampir sudah menikah, termasuk Shifa. Bahkan yang
lain ada yang sudah punya anak tiga,sedangkan aku ?
Jujur saat ini aku masih mengharapkan kak Faaris meskipun seperti mengharapkan
matahari terbit dipucuk senja. Sejak aku mewakili untuk mengucapkan selamat
pada kak Faaris dua belas tahun lalu, aku enggak pernah lagi mendengar kabar
tentangnya. Barangkali dia sudah menikah dan dikeliling malaikat kecilnya.
Lagipula wanita mana yang tidak akan naksir dengan pria seperti kak Faaris yang
nyaris sempurna.
Bukannya aku menutup hati untuk pria lain, aku pernah hampir menikah lima tahun
lalu, abah menjodohkan ku dengan seorang putra kiyai, tapi namanya tidak jodoh,
kami memutuskan tidak jadi melangsungkan pernikahan karena dia sudah memiliki
pilihan dan aku pun belum siap untuk menikah.
Sesuai janji ku pada Shifa, aku mengambil cuti beberapa hari dan mengambil
penerbangan dari Mesir.
“Masya Allah Aisyah, kamu cantik sekali” puji Shifa sembari memelukku seerat
mungkin, dia tidak peka kalau aku hampir kehabisan nafas karena pelukannya.
Shifajuga tidak banyak berubah, masih Shifa ku yang dulu hanya saja badannya
agak gemuk,mungkin efek usai melahirkan.
“Mas ini kenalkan sahabat aku yang sering aku ceritain ke kamu” aku menegang
melihat siapa yang berdiri didepan ku saat ini.
“Aisyah”ucapku gugup. Demi Allah Arsil mirip sekali dengan kak Faaris. Aku
hampir tidak bisa mengontrol diri.
“Ayo masuk Aisy, Nizam lagi nunggu tante Aisyah nih”
celoteh Shifa sembari mengajakku masuk kekamar Nizam. Akikahan Nizam sudah
selesai dua jam lalu. Lagi-lagi aku ketinggalan momen bahagia Shifa karena
pesawat delay beberapa jam.
“kamu pasti syok kan ngelihat mas Arsil tadi? Hihi dia
emang mirip banget sama adiknya”ucap Shifa sembari mengambil Nizam dari ayunan
Aku menggendong Nizam dan mencium puncak kepala bayi
berusia 40 hari tersebut. Aku menautkan alis mendengar guyonan Shifa.
“Ingat gak Aisy, kak Faaris yang aku sukai dulu ternyata
dia adik nya Mas Arsil haha, lucu ya Aisy, aku suka nya dulu sama kak Faaris eh
jodoh malah sama abangnya.” Shifa tertawa. Aku diam beberapa saat. Ingin sekali
aku bertanya kepada Shifa apakah kak Faaris sudah menikah, namun pertanyaan itu
hanya terkulum dibibir.
“Berarti doakamu terkabul dong, ya walaupun gak sama kak
Faaris tapi yang penting persis” ucapku tertawa menimang-nimang Nizam, aku
sedang mencoba menetralkan perasaanku.
“iya Aisy, eh ngomong-ngomong kamu udah punya calon
belum?” kan kan, Shifa lagi-lagi menggodaku. Aku hanya mengendikkan bahu.
Sesuatu yang hangat mengalir di baju gamisku.
"Yah dede Nizam nakal nih sama tante, baru ketemu
udah dipipisin aja " aku buru-buru mengganti popok Nizam, sekalian mengalihkan
jejeran pertanyaan Shifa yang bikin hati nyesek.
“Bagus deh kalo belum, soalnya ada yang nungguin kamu
dari dulu” ujar Shifa tersenyum. Aku tidak bisa mengartikan maksud Shifa.
Otakku keburu lemot.
“Yuk,,aku kenalin sama keluarga mas Arsil” Shifa mengajakku
keluar dari kamar Nizam. Tadi aku hanya sempat berkenalan dengan mas Arsil
karena Shifa langsung mengajakku kekamar Nizam.
Tiga meter dari jarak aku berdiri saat ini, aku bisa
melihat kak Faaris tersenyum. Senyumnya masih sama seperti dulu, senyum
pengantar pagi milik kak Faaris__menyejukkan. Rasanya kakiku mendadak jadi
jelly. Kenapa aku jadi semenye-menye ini? Kecewekan sekali. Selesai menyalami
ibu dan mertua Shifa yang tak lain adalah ibu kak Faaris, aku mendadak jadi
kaku. Semuanya malah pergi kedapur meninggalkan aku sendiri dengan kak Faaris
yang duduk didepanku. Satu detik dua detik tidak ada percakapan yang terjadi.
Padahal begitu banyak pertanyaan yang tersetting dikepalaku seperti ‘Gimana kabar
kakak?’ atau ‘Kakak sekarang kerja dimana?’ atau pertanyaan yang bikin hati
jleb sendiri ‘Istri kakak mana, kenalin dong’. Tapi semuanya tertahan
dikerongkongan.
“Dik Aisyah apa kabar?” kak Faaris memecah keheningan.
Aku gugup sekali. Perasaan ku campuraduk.
“Alhamdulillahkak, baik, kakak sendiri gimana?” ucapku
sekedarnya. Aku tidak berani menatap mata kak Faaris, takutjika akhirnya aku
malah tenggelam dalam mata hujannya.
"Insya Allah kalau dik Aisyah baik, kakak juga
baik" demi apa dengan kalimat ini sajaa sanggup membuat ku melayang
diudara. senyum pengantar pagi ala kak Faaris terbit lagi, membuat ku menggigil
karna begitu menyejukkan.
“Oh ya istri kak Faaris mana? Kenalin dong hehe?”
akhirnya pertanyaan itu muncul dari bibirku diselingi tawa yang terdengar aneh
sekali.
“Istri?” bibir kak Faaris berkedut menahan senyum.
“Saya sedang menunggu seseorang pulang dari Palestina”
ucapnya, aku mengerjap-ngerjapkan mataku takut jika ini mimpi. Rasanya ribuan
kupu-kupu mengepakkan sayap nya diatas kepalaku dan ribuan daun waru khas musim
semi berguguran diantara kami berdua.
“ha?” aku masih tidak mampu mengontrol hormon dopamin ku
yang sedang menguar. Kak Faaris tersenyum lagi.
“Iya, mau tidak dik Aisyah menjadi istri dan ibu dari
anak-anak kita kelak?” aku mengangguk tersenyum dan menangis bahagia.
“jatuh cinta itu enggak perlu diumbar ukhti, cukup hanya
kita dan Allah saja yang tahu. Jika kamu benar-benar tulang rusuknya yang
hilang, dia tidak akan berpaling, karena Allah akan mengantarnya untuk
menjemput tulang rusuknya yaitu kamu”
No comments:
Post a Comment