Rencana yang
sempurna. Buat dia cinta mati padaku, buat dia melamarku, nikahi dia, lalu
campakan. Itu yang ada dipikiranku. Dan sepertinya semua setengah berjalan
lancar. Minggu depan kami menikah. Terlihat sekali di matanya bahwa dia sangat-sangat
mencintaiku, sehingga dia berani mengambil keputusan untuk melamar dan
menikahiku. Acara berlangsung lancar tanpa hambatan yang
berarti.
Hari pertama pernikahan kami,
Aku bangun siang sekali, pukul 11 lebih 10 menit baru beranjak dari tempat
tidur. Sengaja kulakukan untuk membuatnya jengkel. Tapi tidak, dia tidak marah
sama sekali. Malah sudah ada hidangan di atas meja makan. Sepiring nasi goreng
dengan segelas susu. “Aku buat itu untuk kamu”. Katanya
saat dia melihatku sedang melongok ke meja makan. “Oooh”. Hanya itu jawaban yang keluar dari
mulutku. “Tapi udah dingin, soalnya aku buatnya dari pagi tadi”. Katanya lagi. “Hem, gapapa”. Jawabku
sambil berlalu dan tidak menyentuh hidangan itu sedikitpun.
Hari kedua,
Aku bangun pagi-pagi sekali, hanya untuk mandi, berpakaian, berdandan
seperlunya lalu berangkat ke kantor tanpa menyiapkan sarapan untuk diriku
sendiri dan suamiku. “Kamu gak sarapan dulu? Aku ngerti kalo kamu
gak sempet bikin, tapi kan ada roti, bisa dimakan dulu”. Katanya
padaku sambil sibuk memakai dasi. Yah, aku memang tidak pernah sekalipun
merapikan pakaiannya apa lagi memakaikan dasi untuknya. Aku hanya mengurus
diriku sendiri. Dan aku harap diapun bisa mengurus dirinya sendiri. Karena ini
akan terus berlangsung. “Gak usah, aku buru-buru, udah telat”.
Jawabku sambil berlalu dari hadapannya.
Malamnya,
Pukul 23 lebih 5 menit aku masih dalam perjalanan pulang. Saat kubuka
pintu, suamiku tertidur di sofa. Kubiarkan dia tertidur lalu aku masuk kamar
tanpa membangunkannya.
Hari ketiga,
Seperti biasa, aku bangun, mandi, berdandan lalu akan berangkat . tetapi
sesuatu menghentikan langkahku. Yah…, suamiku bertanya. “Dari mana kamu semalam, kenapa
pulang
terlalu malam?”. Tanyanya dengan halus. “Ada acara”. Jawabku
agak ketus. “Kan kamu bisa minta aku
jemput, jangan pulang sendirian malam-malam”. Katanya masih dengan nada
halus. Akupun berlalu meninggalkannya yang masih sibuk bersiap-siap. Yah kami
memang selalu berangkat kerja sendiri-sendiri, tidak pernah berangkat bersama,
dan aku pun tidak pernah meminta diantar ataupun dijemput olehnya.
Sore,
pukul 16:30
Handphoneku
berdering. Kulihat di layar, ternyata suamiku. “Kamu pulang jam berapa hari ini, bukannya sudah waktunya kamu
pulang dari 30 menit yang lalu?”.
Tanyanya padaku. “Aku gak makan malam di rumah, kamu makan aja duluan, gak usah nunggu aku,
mungkin aku pulang malam sekali seperti kemarin”. Jawabku dengan nada bicara yang agak cuek. “Kamu ada acara di mana? Biar aku
jemput nanti”. Tanyanya padaku.
“Gak usah,
kaya gak biasa aja. Biar aku pulang sendiri aja”. Jawabku ketus dan langsung kututup telponnya.
Malamnya,
Seperti biasa dia selalu menungguku pulang sampai tertidur di sofa, tapi
aku tak pernah membangunkannya. Saat aku berganti pakaian tidur, tiba-tiba dia
masuk dan mendekatiku. Sambil merangkulku dari belakang dia bicara. “Ini
jam setengah dua, kamu dari mana aja, selama ini kamu ke mana sih
selalu pulang malam?. Tanyanya padaku dengan sabar.”Udahlah..... gak usah dibahas. Aku
capek”. Jawabku sambil melepaskan pelukannya dengan sedikit kasar.
Hari keempat,
Berlangsung seperti biasa. Pergi pagi, pulang malam-malam sekali.
Hari-hari berikutnya pun tetap seperti itu.
Keadaan seperti ini terus berlangung sampai akhirnya mungkin suamiku sudah
hilang kesabarannya. Diapun mengajakku bicara.
“Bisa kita bicara serius hari ini, bisakan kamu pulang lebih awal?”. Tanyanya padaku.
“Yah liat nanti deh”. Jawabku singkat. Diapun
menghela nafas panjang.
Tadinya aku berfikir untuk tetap pulang malam, tanpa menghiraukan
kata-katanya tadi pagi. “Apa peduliku dengan apa yg akan
dibicarakannya”. Kataku dalam hati. Tapi setelah agak lama berfikir,
akhirnya aku memutuskan untuk pulang. Karena aku penasaran juga dengan apa yang
akan dibicarakannya.
Pukul 20:07 di meja makan,
“Apa yang mau kamu omongin?”. Kataku membuka pembicaraan. “Sudah
dua bulan sejak pernikahan kita, tapi sama sekali aku gak
dapat respon yang baik dari kamu”. Katanya sambil menatapku dalam-dalam. “Respon?
Respon seperti apa yg kamu harapkan dari
aku?”. Kataku setengah membentak memotong pembicaraannya. “Aku
belum selelsai bicara Tiara”. Jawabnya.
Akupun diam dan mendengarkan.
“Selama ini kamu selalu melakukan hal yang sama. Bangun pagi, berangkat,
pulang tengah malam. Padahal yang aku tau jam pulang kantor kamu tuh jam 4
sore. Tapi sekalipun kamu gak pernah ngejelasin ke mana aja kamu pergi selama
ini?”. Tanyanya dengan suara lirih. Keadaan hening
sejenak. Aku tidak menjawab apa-apa, dan dia meneruskan bicaranya.
“Tiara, aku selalu sabar menghadapi sikap kamu itu. Tapi mau sampai kapan
aku harus bersabar? Setiap hari gak ada kata-kata dari kamu. Bahkan sekedar SMS
menanyakan aku sudah makan atau belumpun kamu gak pernah. Aku ini apa Tiara?”.
Aku bangkit dari dudukku sambil meraih tas tanganku dan berkata, “Udah…,
aku gak mau ngebahas masalah ini. Apa yg aku lakukan dan tidak aku lakukan
adalah keinginanku. Kamu jangan menuntut aku melakukan hal-hal yg tidak ingin
aku lakukan”. Kataku dengan nada tinggi sambil berlalu dari hadapannya
dan membanting pintu kamar.
Suamiku terdiam, masih di meja makan. Aku membanting diriku di tempat
tidur. Aku tidak tahu kenapa tiba-tiba air mataku mengalir. “Kenapa
aku ini?, kenapa aku memaksakan diri menikah dengannya?, tapii…bukankah aku
sangat-sangat mencintainya?”.
Yah, aku memang sangat mencintainya sampai sekarangpun masih sangat
menyayanginya. Tapi mengingat masa lalu yang sulit kukubur dalam-dalam, membuat
aku memaksakan pikiranku untuk menghilangkan rasa sayang itu.
Kejam, aku menikahinya demi untuk membalas sakit hatiku yang dulu. Saat dia
menduakanku, saat dia meninggalkanku, saat aku melihat dia memeluk gadis lain.
Sakit bukan main hatiku saat itu.
Saat dia memintaku kembali padanya, buru-buru aku mengiyakannya. Dengan
harapan, aku akan dapat membalas sakit hatiku suatu hari nanti.
Dan tanpa diduga, dia melamarku. Yang membuat aku yakin, bahwa dia sudah
benar-benar jatuh hati padaku dan sangat mencintaiku. Aku tersenyum puas.”Harinya
tiba”, begitulah pikirku saat itu. Dan pernikahan pun berjalan.
Aku tidak menyesal berbuat seperti ini pada suamiku. Waktu terus berlalu,
sikapku tidak juga berubah. Begitu pula suamiku, dia masih tetap bersabar
menghadapiku. Bahkan aku punya rencana yang sangat jahat. Aku akan berpura-pura
selingkuh, aku akan mencari laki-laki yang mau membantuku melakukan ini. Aku
ingin suamiku memergoki kami ketika kami sedang bergandengan di bioskop,
restoran atau di manapun. Sama seperti ketika aku memergokinya sedang merangkul
gadis lain diwaktu dulu.
Tapi aku pikir yang ini pasti akan lebih sakit, karena aku istrinya, bukan
sekedar pacarnya yang bisa dia putuskan dan meminta kembali sesuka hatinya.
Setelah itu, aku akan minta cerai darinya dan pergi meninggalkannya.
“Rencana yang sempurna”. Kataku dalam hati.
Besoknya,
Aku merasakan
sakit dikepalaku, mual, tidak enak badan. Tiba-tiba aku terjatuh, pingsan. Orang-orang di ruanganku dengan serta merta menggotongku ke ruang klinik
kantor. Merekapun menelpon suamiku. “Ada apa dengan istri saya Dok?”. Tanya suamiku. “Ooh istri bapak tidak apa-apa, ini hal yang biasa pada wanita yang sedang
hamil muda. Selamat ya Pak, Bapak akan segera menjadi Ayah”. Kata Dokter
itu sambil tersenyum. Suamiku girang bukan main. Aku terdiam tanpa kata-kata.
Bagai tersambar petir di siang bolong. “Ini tidak ada dalam rencanaku”. Kataku
dalam hati. Aku bingung……, apa yg harus aku lakukan?
Dia begitu bahagia menyambut kehamilanku. Pagi-pagi sekali dia bangun,
menyiapkan sarapan untuk kami. Kali ini dia memaksaku untuk sarapan, dia tidak
akan membuka pintu rumah jika aku tidak memakan sarapan yang dia buat. Dia
taruh kunci pintu di saku celananya. Sambil tersenyum bahagia dia menatapku “Mulai
hari ini kita berangkat sama-sama, biarpun kita gak searah, tapi aku akan antar
kamu sampai kantor kamu dulu”. Katanya masih sambil
menatapku dengan penuh senyum. Aku hanya terdiam sambil memakan hidangan yang dibuatnya.
Sore, pukul 16:00
Aku keluar gedung berjalan seperti biasanya. Tiba-tiba di halaman parkir,
aku melihat sosok laki-laki yang cukup tampan dan gagah sedang berdiri di
samping salah satu pintu mobil yang terparkir di sana sambil tersenyum menatap
ke arahku.
Ternyata suamiku. Dia sengaja menjemputku tanpa bertanya jam berapa aku
pulang. Sepertinya dia tau sesuatu tentang kegiatanku setiap pulang kantor.
Aku menghampirinya. “Ngapain kamu di sini?!“ Tanyaku
agak ketus. “Ya jemput kamu dong”. Jawabnya singkat. “Mulai sekarang akan terus seperti ini”.
Katanya lagi. “Ooh jadi kamu udah mulai mau
membatasi kegiatanku?”.
Kataku dengan nada tinggi. “Tidak, tidak sama sekali. Justru aku mau membantu kamu, mengantar kamu ke
manapun kamu pergi, meskipun mungkin
ke tempat yg tidak aku suka”. Katanya sambil senyum penuh kesabaran.
Aku kesal, tanpa kata-kata lagi aku langsung masuk ke dalam mobil.
Di dalam mobil,
Kendaraan kami terus melaju dengan kecepatan yang agak lambat. Mungkin dia
khawatir akan kandunganku sehingga dia menyetir hati-hati sekali. “Kamu
mau aku antar ke mana?”. Tanyanya padaku sambil
tetap menyetir dengan pandangan lurus tanpa melihat ke arahku. “Pulang”.
Jawabku singkat dan ketus. Dia tidak bertanya lagi, kamipun terdiam sampai di
rumah.
Aku masuk kamar dan membanting pintu. Aku sengaja menampakkan wajah kesalku
sepanjang malam.
Saat makan
malam,
Suamiku
membeli sesuatu di luar kemudian pulang dan menyiapkannya untuk kami. Memang semenjak hari pertama pernikahan kami, tak pernah satu haripun aku
masak. Mungkin dia pikir aku tidak bisa memasak. Tapi dia tetap bersabar. Kami
selalu makan makanan yg dia beli dari luar atau terkadang dia masak sendiri. Kami
makan dengan tenang. Hanya suara denting sendok dan garpu yang beradu dengan
piring.
Setelah makan, aku bergegas masuk kamar dan merebahkan diriku di tempat
tidur, suamiku masih menonton televisi di ruang tengah.
Di dalam kamar,
Aku berfikir dan terus berfikir, hingga akhirnya tanpa terasa air mata
mengalir. “Apa yg aku lakukan selama ini?, aku tidak mengeti, kenapa dia tidak pernah marah sekalipun padaku?, meski aku
berbuat yang tidak benar dia selalu memaafkanku dengan tenangnya. Apa yg dia
rasakan sejak menikah denganku?, Taukah dia apa yg ada dalam pikiranku selama
ini?, Aku memang jahat, penuh tipu daya. Aku kejam. Padahal kalau boleh jujur,
aku masih sangat-sangat mencintainya, menyayanginya sepenuh hati dan jiwa ini.
Tapi kenapa rasa sakit itu tidak juga mau hilang?. Adakah yg dapat membukakan
pintu hati ini agar dapat memaafkannya?”.
********************
5 Bulan kemudian,
Aku berfikir untuk menyudahi saja semua rencana yang telah aku buat. Hidup
normal seperti keluarga lain. Toh kami memang saling mencintai. Dia sudah cukup
menunjukkan itu padaku. Harusnya aku
dapat melupakan masa lalu kami yang menyakitkanku. Terlebih lagi saat ini aku
tengah mengandung, dan sepertinya aku juga sangat-sangat menyayangi bocah kecil
yang ada dalam kandunganku ini. Karena dia adalah cinta suamiku, karena dia
adalah cintaku, karena dia adalah cinta kami.
Yah aku
harus membuka lembaran baru dengan keluarga kecilku yang baru. Sudah cukup aku
menyiksanya selama ini.
Esok
paginya,
Aku bangun
pagi-pagi sekali hari ini, untuk pertama kalinya setelah menikah aku memasak.
Aku buat sarapan untuk kami. Setelah selesai, aku masuk ke kamar untuk
membangunkan suamiku yang tengah terlelap dalam tidurnya. “Sayaang.... bangun udah pagi,
nanti kesiangan lho”. Kataku sambil berbisik di telinganya. Aku
memeluknya erat dan berusaha membangunkannya dengan halus. Diapun terbangun dan
sepertinya kaget sekali mendapati aku yang sedang memeluknya. Ini kali pertama
semenjak pernikahan kami aku memeluknya. Sungguh sesuatu yang aneh mungkin. “Ya
ampun, aku kesiangan ya?, aduh tidurku enak sekali, aku belum buat sarapan
kita”. Katanya sambil mengucek mata. “Gak sayang, kamu gak kesiangan,
ini masih subuh kok”. Kataku menenangkannya. “Masa
sih?, ko kamu sudah bangun?”. Tanyanya terheran-heran.
“Iya, hari ini aku sengaja bangun pagi dan nyiapin sarapan untuk kita”. Kataku dengan senyum lebar. Sepertinya suamiku ini merasa heran, tapi dia
sama sekali tidak menanyakan perubahan sikapku itu. “Ya udah, sekarang kamu mandi,
siap-siap, terus kita sarapan”. Kataku sambil mencium pipinya.
Di meja
makan,
Kami makan dengan tenang seperti biasa. Tapi kali ini aku ingin ada yang
lain. Maka aku membuka pembicaraan. “Sayang, nanti pulang kantor kamu mau antar
aku cari perlengkapan untuk bayi kita?”. Tanyaku padanya dengan wajah
penuh senyum. “Yang bener kamu mau aku temani?“. Tanyanya setengah tidak
percaya. “Ya iya, inikan bayi kita. Masa cuma Ibunya aja yang sibuk buat dia”.
Kataku sambil menyuap sesendok nasi goreng dengan lahap.
Sesampainya dikantor, aku tidak langsung turun dari mobil, aku mencium
tangan suamiku, kemudian mencium jugapipinya. “Jangan lupa jemput aku nanti ya”.
Kataku sambil membuka pintu mobil. Suamiku terdiam sambil menatap dalam ke
arahku. Mungkin dia merasa aneh dengan perubahan sikapku.
Di kantor,
Aku senyum-senyum sendiri, bahagia rasanya jika kita bisa punya keluarga yang
harmonis. Yah…, sudah kuputuskan untuk membuka kisah baru dengan keluarga
kecilku ini. Aku akan terus mencintai suamiku tanpa menguranginya sedikitpun
dari yang sudah pernah ada sejak dulu. Akan kukubur dalam-dalam masa lalu itu.
Toh semua makhluk pasti pernah berbuat salah, pasti pernah khilaf, dan pasti
harus ada yang berkorban.
Riang sekali aku pagi itu. Bahagia luar biasa memuncak di hati. Saat jam
makan siang, ku telpon suamiku. “Sayang, udah makan siang belum?”. Tanyaku
dengan suara halus. Sepertinya dia terdiam. Karena beberapa saat kemudian dia
baru menjawab. “Oh ini baru aja mau makan, kamu sendiri gimana?”. Katanya balik bertanya. “Aku
udah makan kok, sekarang lagi santai-santai aja istirahat”. Jawabku kemudian. “Ya udah kamu hati-hati yah,
jaga baik-baik bayi kita”. Katanya
lagi.
Sepertinya
perubahan ini bukan hanya membuat suamiku bahagia, tapi juga diriku sendiri.
Malah sepertinya aku lebih bahagia dari pada suamiku itu. Karena aku bisa
dengan tenang mencintainya, menyayanginya sepenuh hati.
Aku berdebar-debar menunggu jam 4 sore. Sepertinya bahagia sekali
menunggunya menjemputku. Kami akan jalan bersama ke Plaza, untuk menghabiskan
waktu dan membeli perlengkapan bayi kami. Betapa bahagianya aku.
Sampai
tiba-tiba, dering handphoneku berbunyi. Nomer asing yang tak kukenal. “Selamat sore, apa benar ini dengan Nyonya Tiara istri dari Bpk. Edo?”. Kata suara diseberang telpon. Akupun menjawab “Iya benar, ada apa ya Mba, ini
dari mana ya?”. Tanyaku hati2. “Kami dari Rumah Sakit Sentosa,
memberitahukan bahwa suami Nyonya mengalami kecelakaan dan saat ini berada di
ICU”. Bagai tertimpa reruntuhan langit saat itu. Aku terdiam, air mata
mengalir deras. Buru-buru aku keluar kantor dan menyetop taksi.
“Rumah
sakit Sentosa Pak, tolong agak cepat ya”. Kataku terburu-buru.
(***)
Aku duduk terpekur menatap tanah yang basah oleh siraman air kembang.
Melamun dengan tumpahan air mata. Baru saja akan membuka lembaran baru, namun
Tuhan berkehendak lain. Semua musnah, semua pudar.
Aku kembali ke rumah, termenung menatap bingkai foto pernikahan kami yang
menempel di dinding.
Aku masuk ke dalam kamar. Kubuka laptop suamiku, kutemukan folder „Diary
Hatiku“ tanpa password. Ada banyak tanggal tercantum di sana. Kubuka satu
persatu.
8 Feb’ 06
Aku bertemu dengannya di toko sepatu. Dia masih cantik seperti dulu. Aku
jatuh hati lagi padanya. Tiara yang aku yakini cinta sejatiku. Aku pernah
sempat berpaling pada wanita lain, yang mungkin membuat hatinya hancur. Itu aku
lakukan untuk menguji sekaligus mencari cinta sejatiku. Berkali-kali aku
berganti wanita, tapi tak pernah satu haripun bayang-bayang Tiara hilang dari
ingatanku. Perempuan-perempuan itu bullshit, lain
dengan Tiara. Namun sayang, yang Tiara tahu hanyalah aku menyakitinya.
21 Feb’ 06
Aku bertemu dengannya lagi. Kali ini aku tidak mau buang waktu. Aku
beranikan diri menghampirinya. Tadinya kupikir dia akan menjauhiku, tapi tanpa
kuduga, dia malah bersikap manis, seperti tak pernah tersakiti olehku.
Kutanyakan mengapa selama ini dia sulit dihubungi dan ternyata dia sudah
berganti nomer handphone. Akupun memintanya, dengan harapan aku dapat
menghubunginya lagi lain waktu.
28 Feb’ 06
Aku menelponnya dan mengatur waktu untuk bertemu dengannya lagi. Tak
kusangka diapun setuju. Kami bertemu di coffe shop. Hanya makan, berbincang,
lalu pulang. Tapi membuat hatiku bahagia tak terkira.
2 Maret 06
Aku sungguh-sungguh tersadar bahwa Tiaralah cinta sejatiku, hanya dia yang
dapat mengisi kekosonganku, menutupi kekuranganku, dan menjadi bagian dari
hidupku. Aku tidak mau lagi kehilangannya
dan aku tidak mau buang-buang waktu lagi untuk cepat memilikinya. Aku
beranikan diri untuk memintanya kembali padaku. Kali ini aku benar-benar tidak
menyangka, dia menerimaku kembali. Tiara menjadi kekasihku lagi. Pujaanku yang
selalu dihati. Bahagianya aku.
20 Juli 06
Tanpa sengaja Tiara menjatuhkan buku hariannya di mobilku. Aku
membacanya. Bagai diiris-iris hatiku saat itu. Begitu sakit hatinyakah Tiara karenaku, hingga dia membuat rencana kejam
seperti ini...??
21 Juli 06
Aku akan
membiarkannya membalas sakit hatinya padaku. Besok aku akan melamarnya. Biarkan Tiara membalas semua perbuatanku dimasa lalu, jika itu bisa membuat
hidupnya bahagia dan sempurna.
22 Juli 06
Aku melamarnya. Seperti dugaanku dan seperti rencana yang dia buat, dia
menerimaku. Dia bilang ingin secepatnya. Kuputuskan minggu depan kami menikah.
Menikah dengan acara yang sangat sederhana seperti permintaannya. Sudah
kusiapkan segalanya bahkan hati dan mental sekalipun untuk menerima serangan
balas darinya.
29 Juli 06
Kami menikah. Aku tidak tahu apa yang akan terjdi besok. Malam ini kami
lewati bersama, walau tanpa senyum sedikitpun diwajahnya.
3 Agustus 06
Seperti dugaanku, dia menyiksaku bertubi-tubi, mengacuhkanku, tidak
memperdulikan aku, atau bahkan mengurusku sebagai suaminya. Tiara pergi pag-pagi
sekali tanpa pamit padaku dan selalu pulang larut malam. Padahal yang aku tahu
jam pulang kantornya pukul 4 sore. Tak pernah sekalipun dia memasak untuk makan
kami. Bahkan sampai detik ini dia masih selalu makan malam di luar. Aku tidak
tahu ke mana saja dia pergi sepulang kantor hingga larut malam. Aku tidak akan
mencoba untuk mencari tahu. Biarlah semua terjadi padaku. Agar dia bahagia,
karena aku begitu menyayanginya.
2 Okt’ 06
Dokter menyatakan Tiara hamil. Bahagianya aku. Aku akan menjadi seorang
Ayah. Aku akan berusaha menjadi ayah yang baik untuk anak kami. Mulai sekarang,
aku akan lebih memperhatikan Tiara dan bayi kami. Tidak peduli seberapa acuhnya
dia kepadaku.
4 Apr’ 07
Sifat Tiara berubah drastis. Tiara jadi begitu manis. Entah apa
yang terjdi padanya. Apakah dia sudah memaafkanku, ataukah akan ada rencana
lain yang dia buat sehubungan dengan kehamilannya itu ? Entahlah..., yang jelas
aku bahagia sekali hari ini. Tiara memintaku
menemaninya berbelanja sepulang kantor sore ini.
Mengapa jam pulang kantor jadi terasa begitu lama ?
Berlinangan
air mataku membaca diary itu. Sungguh kejam aku, sungguh tidak berperasaannya
aku. Ternyata selama ini suamiku tahu semua rencana jahatku. Namun tak pernah
satu haripun dia marah padaku. Dia selalu bersabar menghadapiku. Kali ini
hatiku lebih sakit, lebih hancur dibanding ketika dia mencampakkan aku dulu.
Ternyata, tak pernah dia melupakan aku. Ternyata, aku selalu dihatinya.
Hancur hati ini. Isi diary itu meluluhlantakkan seluruh perasaanku. Tuhan telah
menghukumku. Kebahagiaanku sirna seiring dengan kepergian suamiku tercinta.
Benar-benar hukuman yang pantas untuk kuterima, hukuman yang sama sekali
tidak pernah aku duga.
Selamat jalan sayang, selamat jalan suamiku tercinta. Percayalah aku sangat
menyayangimu melebihi apapun. Walaupun pernah menyakitimu, tapi tak pernah
berkurang cinta dan sayang ini untukmu. Permataku, istirahatlah dengan tenang
dalam dekapan cintaNya.
Tuhan ! pertemukanlah kami kembali di kehidupan lain yang mungkin akan Kau
buat suatu hari nanti.
12 comments:
Tak terasa hampir satu jam aku baca cerpen ini. ceritanya sangat bagus sekali ya dan alur ceritanya tersusun dengan rapih.
ya walaupun sedikit sedih juga sih hati ini membacanya, tapi sangat memotifasi untuk tidak menilai orang dari masa lalunya. keren banget deh
alur cerita nya keren, aku sampai mau mewek baca nya..hehe
alur cerita nya keren, sangat disayangkan akhir ceritanya sad ending.
Mengharukan
Terima kasih yaa, sudah menyempatkan diri mampir ke BLog Cerpen. Seneng banget rasanya ada yg suka dengan cerita-cerita yang tertulis di Blog ini. Ayo ka, ikut kirim cerita.
Terima kasih yaa, seneng banget begitu tau ada yang sampai terbawa perasaan baca tulisanku.
Terima kasih sudah sempat mampir di BLog Cerpen.
mengharukan,,, critanya keren
jadi baper baca critanya,,
jadi baper baca critanya haru bgt,,
AwSakit banget itu..Apa elo tega?..
Halo teman-teman,
Sudahkah kalian mengunjungi blog cerpen terbaru kami, CerpenKok? Jika belum, segeralah kunjungi dan baca cerpen-cerpen terbaik yang kami sajikan untuk kalian.
Di CerpenKok, kami menyajikan cerpen-cerpen dengan berbagai genre yang pastinya akan memuaskan selera baca kalian. Mulai dari cerpen misteri, cerpen sosial, cerpen inspiratif, hingga cerpen romantis yang bikin baper. Kami juga memiliki cerpen-cerpen dengan alur yang tidak mudah ditebak, sehingga kalian akan terus merasa penasaran dan tidak bosan saat membacanya.
Jangan lupa untuk terus mengunjungi blog CerpenKok dan follow blog kami untuk mendapatkan update terbaru tentang cerpen-cerpen terbaru yang kami publikasikan. Kami juga selalu terbuka untuk menerima masukan dan saran dari kalian demi meningkatkan kualitas cerpen yang kami sajikan.
Jadi, jangan sampai ketinggalan dan segeralah kunjungi blog CerpenKok sekarang juga!
Salam cerpen,
CerpenKok
Post a Comment