Terima kasih kami ucapkan kepada semua yang sudah berpartisipasi mengirimkan tulisan ke BLog Cerpen, Baik karya sendiri maupun artikel dari sumber lain. Mohon maaf kepada yang kiriman tulisannya belum bisa kami muat dikarenakan keterbatasan waktu...!!!

Apa yang kamu cari? Temukan disini

First Heartbreak

Mimpi itu terus menerus menghantuiku setiap malam. Entah kenapa rasanya masih saja sesak setiap kali mengingat kejadian itu. Sehingga tak pernah seharipun aku tidak memimpikannya. Padahal kejadian itu sudah 2 tahun yang lalu. Tapi masih saja tersimpan dibenakku. Aku yang sangat pemalu ini merasa sangat terpukul dengan kejadian itu.

Ini minggu kedua aku berada di sekolah ini. Sekolah SMU biasa yang lokasinya sangat jauh dari rumahku. Butuh waktu sekitar 2 jam untuk sampai di sekolah ini. Aku biasanya naik kereta ke sekolah. Aku sengaja memilih sekolah yang begitu jauh dari sekolah SMP asalku dulu. Aku ingin menghindari kejadian masa lalu. Aku berharap tidak ada seorangpun di SMU ini yang pernah satu SMP denganku dulu. Jangan sampai ada. Diminggu kedua ini syukurnya aku memang belum menemukan orang yang berasal dari SMPku dulu.
“Hai, loe koq gue perhatiin dari minggu lalu sendiriaaan terus. Gak pernah ke kantin, gak pernah keluar kelas kalo bukan karena keperluan. Emang loe sendirian ya? Loe ngga ada temen satu SMP?” tiba-tiba ada gadis cantik yang menyapaku dikelas. Sedikit terkejut, tapi kucoba bersikap tenang, aku memang selalu gugup setiap kali ada yang mengajakku bicara. Yah inilah aku si pemalu yang bertampang pas-pasan.
Mungkin lebih tepat bertampang kurang daripada pas-pasan. Maklum, aku tidak bisa berdandan. Bukan tidak mau, terakhir kali aku dandan aku malah dibilang ondel-ondel sama tetanggaku. Ya sudah sejak saat itu tak pernah sekalipun kupoles pipiku dengan sedikit bedak. Bahkan cara berpakaiankupun kata orang-orang disekelilingku sangat kuno, seperti orang zaman dulu. Yah apa boleh buat. “Eeh mmm....iya gue sendirian aja. Emang ngga ada yang satu SMP sama gue. Soalnya gue dari jauh”. Jawabku singkat pada gadis cantik itu. “Ooh gitu. Trus kenapa loe duduk sendiri. Boleh ya gue duduk sama loe? Abis duduk sama si tomi ngga asik banget. Anaknya jail banget. Boleh yaaa?”.
Sejak saat itupun aku berteman dengan Vio. Viola namanya. Nama yang sangat cantik. Persis seperti orangnya. Vio orangnya ceria. Banyak yang suka padanya. Sangat berbanding terbalik denganku. Jam pelajaran ke dua dimulai, olahraga. Aku paling benci jam pelajaran ini, karena aku sama sekali tidak bisa olahraga. Apalagi Basket, saat ini Pak Guru sedang melatih kami bermain basket. Sungguh rasanya ingin menghilang saja dari pelajaran ini. “DUG.........” Tiba-tiba bola basket membentur kepalaku dengan keras. Aku tak sadar saat itu, ketika bangun aku sudah berada dalam ruang kesehatan sekolah. “Addduuh, kepala gue nyut-nyutan, gue kenapa Vio?”. Tanyaku pada Vio yang sedang duduk memandangiku sambil memegang kepala. “Loe pingsan Ta. Lagian sih... olahraga koq bengong aja. Disuruh tangkep bola loe ngga denger. Ya gitu deh jadinya. Lo tuh kenapa sih Ta? Berubah deh dikit. Jangan kaya orang o’on. Lo kan pinter, punya prestasi. Kenapa sih minder banget jadi orang. Harusnya lo bangga sama diri loe. Lo cerdas, punya wawasan luas. Kenapa sih lo tuh pendieeem banget. Aktif dikit dong Ta”. Entah kenapa tiba-tiba Vio bicara begitu. Aku hanya bisa tertunduk diam. Karena apa yang dikatakan Vio memang tidak bisa aku bantah sama sekali. “Mmmh, bukan itu Vi, gue.... gue merasa ngga PD aja. Gue ngga cantik Vi, gue jelek, kuno, malu-maluin. Malah gue pikir elu yang aneh, mau-maunya berteman sama gue”. Jawabku masih dengan wajah tertunduk sambil membetulkan kacamata. “Ya ampun Neta. Emang harus cantik yah supaya hidup bisa lebih PD? Lo tuh lain Ta, ada banyak yang bisa lo banggain dari diri lo sendiri selain dari penampilan lo yang emang acak-acakan itu. Ayo deh berubah”.

Di rumah... aku terus berfikir apa yang dikatakan Viola. Memang benar, aku ini pintar, berwawasan luas, punya banyak prestasi. Tapiiii........... setiap kali aku ingin bisa tampil lebih percaya diri, tiba-tiba saja aku teringat kejadian dulu itu. Rasanya sesak dan kemudian aku minder lagi.
Hari ini cerah seperti biasa. Aku ke sekolah lebih pagi dari kemarin. Entah kenapa rasanya damaaai sekali mengirup udara di subuh hari. Menenangkan pikiran. Masih sedikit polusi yang ikut terhirup. Segarnya. Sampai di sekolah, aku tidak langsung masuk kelas. Aku mampir dulu ke perpustakaan. Tapi tak disangka, ada anak yang datangnya lebih pagi dariku. Waaah luar biasa. Karena setahuku hanya aku yang tinggalnya cukup jauh dari sekolah. Aku duduk di bangku biasa aku tempati. Anak itu menengok ke arahku dan tersenyum. Astagaaaa, aku kenal dia, aku tahu siapa dia. Ya Tuhaaan, kenapa ada anak itu di sekolah ini? Kenapa bisa dia sekolah di sekolah yang jauh ini. Dia Reno, anak yang pernah satu kelas denganku di SMP dulu. Ya ampuuun malu rasanya bertemu dengan anak yang pernah satu SMP denganku dulu. Tidak mungkin dia tidak mengenalku. Semenjak kejadian memalukan itu, aku begitu dikenal semua siswa di SMP itu. Kejadian yang sungguh-sungguh membuat hidupku berubah. Jika tak punya iman, mungkin aku sudah bunuh diri saking tak tahannya menahan malu.

Tiba-tiba saja dia menghampiriku. Dia duduk dihadapanku sambil membuka buku. “Hai Neta. Apa kabar? Keliatannya baik-baik aja yah”. Sapanya padaku sambil terus membuka-buka halaman buku yang dipegangnya. “i...iya...baik-baik aja”. Jawabku terbata-bata. “Kenapa gugup? Biasa aja. Masih sama aja kaya SMP, pendiem, pemalu, kaku, norak”. Katanya kemudian. Ya ampuuun berani-beraninya dia mengataiku seperti itu. Memangnya dia pikir siapa dia? Tapi yah beginilah aku, hanya bisa diam dikatai begitu. “Net, loe harus bisa ngelupain kejadian itu. Disini Cuma gue yang satu SMP sama loe. Ngga ada satu orangpun yang pernah tahu kejadian itu. Buat apa lo masih bersikap seolah-olah lo ini pecundang? Loe harus berubah, dan loe pasti bisa". Kalimatnya itu benar-benar membuatku kaget. Tapi... apa yang dikatakan Reno memang benar. Harusnya, aku sudah tidak punya alasan lagi untuk bersikap rendah diri seperti ini. Toh tak ada yang tahu tentang kejadian memalukan di SMP dulu. Aku selalu berusaha untuk bisa tampil lebih percaya diri, tapi ketika sedikit lagi akan berhasil, tiba-tiba saja bayangan laki-laki brengsek yang mempermalukanku itu datang terbayang-bayang dengan wajah tertawanya yang tidak akan pernah bisa aku lupakan. Kemudian pudar lagi keberanianku untuk tampil percaya diri. Apalagi sekarang ada Reno yang pernah satu SMP denganku. Makin tidak bisa saja aku berubah PD. Walaupun mungkin Reno cowok baik yang tidak akan mengumbar cerita memalukan itu, tapi tetap saja aku tidak bisa. Hhhh..... ingin rasanya aku menghilang dari hadapan Reno.

Sejak saat itu, Reno sering sekali datang ke kelas menghampiriku dan Vio. Aku sudah mengenalkan Vio pada Reno. Kukatakan yang sebenarnya. Bahwa Reno teman satu SMP’ku dulu. Kami baru bertemu saat itu, jadi aku baru tahu kalo ternyata ada yang satu SMP denganku. Kami selalu bertiga. Rasanya menyenangkan bersahabat dengan mereka berdua. Semua berjalan seperti biasa. Sampai pada suatu hari, sekolah kami mengadakan kompetisi terbuka Bola Basket antar SMA. Kebetulan aku ditugaskan sebagai seksi konsumsi yang menyediakan makanan dan minuman untuk para atlet basket sekolah. Reno adalah salah satu atlet basket sekolah kami yang terbaik. Sangat luar biasa melihatnya main basket. Penampilannya jadi sangat menarik. Kuakui Reno memang menarik, bahkan banyak siswi yang meliriknya, sayangnya Reno cuek saja. Dia memang kaku sama cewek selain aku dan Vio. Kadang aku terpikir, bagaimana mungkin Reno tidak naksir Vio. Vio cantik, dan bagaimana mungkin juga Vio tidak naksir Reno. Rasanya mereka berdua cocok sekali. Tapi aku tak pernah mengatakan hal-hal seperti itu pada mereka berdua. Jangan sampai persahabatan kami menjadi tidak enak karena ulahku menjodoh-jodohkan mereka. Persahabatan kami bertiga membuatku sedikit lebih berubah. Aku yang sekarang lebih percaya diri, sudah tidak pernah menunduk jika berjalan. Aku juga sudah tidak selalu dikepang. Kadang rambutku kukuncir kuda bahkan terkadang hanya kujepit, meski aku masih tetap menggunakan kacamata tebal dan kawat gigi yang sebenarnya sangat mengganggu ini. Maklum, gigiku sangat berantakan, sehingga dokter gigi bilang harus di kawat supaya bisa lebih rapih dan teratur. Jadi nantinya lebih gampang dibersihkan jika gigi rapih.
Hari ini adalah pertandingan sekolah kami SMA Pelita, melawan SMA Harapan. Aku paling senang menghadapinya. Paling asik liat Reno memantul-mantulkan bola dan memasukkan ke keranjang lawan. Wuiiih tubuhnya yang tinggi dan atletis membuat cewek-cewek terpesona pada Reno. Hihihi, diam-diam, bangga juga punya sahabat seperti Reno.

Aku sedang menata gelas-gelas plastik kecil dan teko besar berisi penuh minuman di meja. “Hahahaha........”. tiba-tiba saja aku dikagetkan oleh suara tawa terbahak-bahak yang rasanya tidak asing ditelingaku. Aku sedikit menoleh ke arah suara tawa itu. Dan kemudian aku melihat sesuatu yang betul-betul mengagetkan. Astagaaa......... cowok itu, cowok brengsek dan kurang ajar itu yang tertawa. Cowok yang pernah mempermalukanku dulu. Cowok rese itu ternyata siswa SMA Harapan. Dia akan bertanding melawan Reno. Aku terdiam kaku sambil memegang sebuah gelas ditangan kananku. Tiba-tiba Reno menghampiriku lalu berkata “Hei, jangan gugup. Biasa aja. Loe jangan terpengaruh. Dia itu emang brengsek. Jangan lo anggap”. Reno mencoba menenangkanku. Tapi tidak berhasil. Tanganku makin bergetar. “Tapi Ren, gimana doong. Dia bakalan bikin malu gue, dia pasti akan melakukan hal seperti dulu. Dia bakal bikin malu gue di sekolah ini. Gue ngga mau terulang Ren. Udah cukup sakit rasanya”. Kataku masih sambil gemetar dan berkaca-kaca. “Ya udah, sekarang loe mendingan ke Ruang Kesehatan aja, nanti gue akan bilang ke panitia yang lain kalo lo ngga enak badan, jadi ada yang gantiin loe ngasih minuman ke atlet-atlet Harapan”. Aku sedikit lega mendengar kalimat Reno. Reno sangat membantu. Aku senang berteman dengannya. Akupun buru-buru menghilang dari sisi lapangan menuju Ruang kesehatan.

Pertandingan dimulai. Aku hanya bisa mendengarnya saja dari Ruang kesehatan yang memang tidak begitu jauh dari lapangan. Dalam hati aku berdoa. Semoga saja si brengsek Dimas tidak celaka yang membuatnya harus masuk ke ruang kesehatan ini. Entah bagaimana jalannya pertandingan, tapi sepertinya seru sekali. Beberapa kali aku mendengar teriakan-teriakan dan sorakan yang ramai. Bahkan ada yang berteriak seolah pertandingan ini agak kasar. Aku juga sedikit mendengar ada yang berteriak pertandingan adu fisik. Apa yang sebenarnya terjadi. Aku tidak bisa diam di ruangan yang sepi ini. Jantungku dag dig dug seperti mau keluar dari raganya, tangan dan kakiku masih gemetar. Aku masih sangat marah pada Dimas. Tapi aku tak dapat berbuat apa-apa.
“Sialan loe, brengsek”.  suara Dimas. Apa yang terjadi? Kenapa Dimas berteriak seperti itu? Aku tidak tahu apa yang terjadi, tapi kemudian suara makin ramai, bahkan aku mendengar suara pukulan yang cukup keras. Aku penasaran, ku seret bangku kayu di samping tempat tidur kesehatan ke arah jendela, aku naiki bangku itu demi melihat dari jendela apa yang sedang terjadi di luar sana, di lapangan yang sedang ramai pertandingan itu. Ya Tuhaaan, apa yang terjadi? Pemandangan yang sangat mengagetkan. Dimas mendorong Reno, kemudian mereka saling dorong. “Apa loe? Kenapa Lo hah? Masih masalah yang sama?”. Teriak Dimas kepada Reno sambil mendorongnya. “Loe masih ngga terima gue nolak si jelek itu? Lo masih ngga suka gue bilang tu cewek buruk rupa? Heh, asal loe tau. Semua orang juga bakalan ngakak ngga berenti-berenti kalo ada cewek jelek, norak, kampungan, buruk rupa berani-beraninya naksir dan bilang suka sama cowok keren kaya gue. Apa salahnya gue ngomong jujur dan blak-blakan waktu itu?”. Teriak Dimas dengan tatapan menantang Reno. “Emang brengsek loe ya”. Jawab Reno sambil menonjok wajah Dimas. Dan kemudian terjadilah perkelahian diantara keduanya. Lapangan menjadi sangat ramai. Aku sampai tidak bisa melihat mereka berdua yang sedang berkelahi, tapi syukurlah guru-guru datang dan memisahkan mereka.

Suasana sedikit tenang, Vio berlari ke arah Reno. “Ya ampun Ren, loe kenapa sih tiba-tiba emosi gini? Ada apa sih? Koq kayanya kalian berdua udah lama kenal? Lo kenal sama anak Harapan itu? Kalian ada maslah pribadi? Cewek jelek mana? Masalah cewek buruk rupa apalah itu. Ada apa sih sebenernya?”. Pertanyaan Vio yang panjang dan tak ada jeda seperti kereta api itu membuat Reno bingung menjawabnya. Tapi kemudian Dimas menghampiri Reno. Orang-orang disekeliling mengira Dimas akan meminta maaf pada Reno. Tapi semua salah. Yang ada, Dimas justru berteriak dihadapan Reno dan semua orang. “loe teman atau pacarnya pecundang ini?”. Tanya Dimas pada Vio. “Asal lo tau ya, cowok loe itu, cowok bego yang ngga ngerti realita. Waktu di SMP mungkin dia iri sama gue yang keren, kaya, dan banyak disukai cewek-cewek. Entah kenapa saat gue nolak cewek jelek, kampungan, buruk rupa saat SMP itu, dia marahnya bukan main. Kalo loe naksir cewek buruk rupa itu, loe aja sono pacarin. Ngga usah marah-marah dan nonjok gue segala”. Teriak Dimas sambil menunjuk-nunjuk Reno. Alhasil, Reno yang tadinya duduk tertunduk di pinggiran lapangan, spontan berdiri dan hampir saja menghampiri Dimas dan menonjoknya sekali lagi. Tapi sayangnya orang-orang berhasil memisahkan mereka. Andai saja Reno berhasil sekali lagi menghajar wajahnya yang menyebalkan itu.

Entah bagaimana akhirnya pertandingan disudahi. SMA kami menang. Untungnya perkelahian itu terjadi di detik-detik terakhir waktu pertandingan. Sehingga tidak merubah kemenangan kami. Reno dipanggil ke ruang kepala sekolah. Entah apa yang terjadi pada Reno di ruang itu.
Begitu Reno keluar, aku dan Vio langsung berlari menghampiri Reno. Vio penasaran dengan apa yang terjadi. “Sebenernya ada apa sih di SMP kalian? Gue baru tahu kalo Dimas atlet harapan itu pernah satu SMP sama kalian. Ada yang bisa jelasin?”. Tanya Vio pada kami berdua. Aku dan Reno saling berpandangan, kemudian aku mengangguk pada Reno, pertanda bahwa aku setuju jika Reno harus menceritakan kejadian memalukan di SMP. Aku hanya diam mendengarkan cerita Reno.

“Jadi dulu, ada cewek yang pendiam dan polos yang diam-diam naksir si Dimas brengsek itu. Tu cewek suka banget sama si Playboy itu. Suatu hari, Dimas ulang tahun. Dia emang anak orang kaya yang sombong, belagu dan Playboy. Entah apa yang di sukai cewek-cewek darinya. Saat itu cewek polos ini tiba-tiba aja datang ke kelas Dimas yang lagi sepi sambil membawa sekotak cokelat berpita sebagai hadiah ulangtahun Dimas. Entah dari mana timbulnya keberanian cewek pendiam ini, tiba-tiba bilang suka sama si Playboy ini sambil nyodorin kado cokelat itu ke hadapan Dimas”.

Tiba-tiba, ingatanku melayang ke pada saat kejadian dulu itu. Aku menyodorkan kotak cokelat itu dengan kedua tanganku yang gemetar sambil tertunduk dan berkata “Dimas, aku suka banget sama kamu. Ini hadiah untuk ulantahunmu hari ini”. Betul kata Reno, entah dari mana datangnya keberanian itu muncul. Aku pikir saat itu tak ada seorangpun di kelas Dimas. Makanya aku beranikan diri menghampirinya. Saat itu, rasa sukaku pada Dimas sangat tak terbendung, hingga tanpa sadar aku mengatakan itu semua. Tiba-tiba saja Dimas terdiam. Bukannya menerima hadiah yang kusodorkan dihadapannya. Dimas malah terbangun dari bangkunya, memegang lenganku dan kemudian menyeretku ke depan kelasnya sambil berteriak “Wooooi semuaaa, harap perhatiannyaaa. Loe semua liatkan cewek jelek buruk rupa ini”. Katanya sambil tetap memegang lenganku, bahkan saat itu kurasa dia meremas lenganku. “Tadi di kelas, dia ngasihin kado yang lagi dia pegang ini sambil bilang kalo dia suka sama gue. Coba kalian pikir, apa pantes dia bilang gitu?”. Teriaknya berlanjut. Teman-teman gengnya tertawa terbahak-bahak, dan yang lainnya tersenyum-senyum mentertawakanku juga. Tapi tidak berhenti sampai di situ. Dimas masih saja mempermalukanku, bahkan dia tetap meremas lenganku. Mungkin agar aku tidak lari sebelum dia puas mengejekku.

“Heh cewek aneh, loe tuh dari planet mana sih? Tampang loe tuh jelek banget. Buruk rupa. Punya cermin gak di rumah? Punya nyali juga loe bilang suka sama gue. Hahahah................”. Teriakan Dimas memekakkan telingaku. Sakit aku mendengarnya. Aku berontak dari pegangannya dan berlari ke dalam kelasku sendiri sambil berurai air mata. Yang lain berbisik-bisik sambil tertawa-tawa kecil. Teganya dia mempermalukanku seperti itu. Aku memang jelek, tidak pandai berdandan, juga cara berpakaianpun kuno. Tapi aku tidak menyangka bahwa ternyata mereka semua menganggapku sangaaat jelek, bahkan buruk rupa. Betapa bodohnya aku. Betapa malu rasanya. Esoknya aku tidak berani ke sekolah. Tapi itu bukan sifatku. Aku suka belajar, aku suka sekolah. Aku coba bertahan dan tetap pergi sekolah. Aku mendengar anak-anak saling berbisik sambil melihat ke arahku. Aku tidak tahu apa yang mereka bicarakan tentangku. Tapi yang jelas, rasa malu ini sangat tidak nyaman kurasakan. Begitulah kisahku dulu.

Reno melanjutkan ceritanya. “Setelah kejadian itu, gue minta Dimas datang ke belakang sekolah. Waktu itu gue bermaksud bicara baik-baik. Tapi dia malah makin mentertawakan keberanian cewek itu dan terus berbicara yang tidak-tidak tentangcewek itu. Dimas bilang, dia hanya mengatakan yang sejujurnya. Bukan hal yang harus ditutup-tutupi. Itu bikin gue marah dan kemudian menghajarnya habis-habisan sampai besoknya dia tidak bisa masuk sekolah berhari-hari karena babak belur. Itu sebabnya sampai pertandingan kemarin, dia masih dendam banget sama gue”. Lanjut Reno menceritakan. Tapi sungguh, aku tidak pernah tahu bahwa ada kejadian di belakang sekolah seperti yang diceritakan Reno. Aku jadi bingung dan terbengong-bengong mendengar ceritanya.

“Cewek buruk rupa ituu........”. Vio berucap sambil melirik ke arahku. “Iya, cewek buruk itu gue”. Kataku kemudian. “Ya ampuuun emang bener-bener brengsek ya tu cowok. Kenapa ngga lo abisin aja sekalian mukanya tadi. Amit-amit yah ada orang kaya dia gitu”. Kata Vio dengan gemasnya sambil mengepal tangannya terlihat kesal. “Ya udahlah ngga usah dibahas lagi, biarlah semua berlalu. Gue udah belajar banyak dari kalian tentang artinya kepercayaan diri dan gue udah mulai punya rasa percaya diri yang dulu pernah hilang gara-gara cowok brengsek playboy itu. Sekarang semuanya ngga usah di bahas lagi ya”. Kataku kemudian. “Eh Ren......, koq lo ngga pernah cerita sebelumnya kalo pernah ada kejadian dibelakang sekolah waktu itu? Lagiaaan buat apa lo berbuat begitu? Ngapaiiin?”. Tanyaku penasaran pada Reno yang tiba-tiba saja wajahnya menjadi kemerahan.

“Yaaaah ampuun, loe masih polos aja sih Ta. Ya udah pastilah dia ngebela cewek o’on itu karena dia suka. Ya kan Ren?”. Ledek Vio sambil menyenggol-nyenggol bahu Reno. “Apa sih. Udah ah gue mo pulang”. Jawab Reno sambil berlalu dari hadapan kami. Tapi Vio masih saja meledeknya “Cieee...Reno diem-diem naksir Neta niih, ngaku deeeh. Hahahahah”. Aduuuh Vio ini emang bener-bener hobinya ngeledek mulu.

Tapi entah bagaimana ceritanya, tiba-tiba saja aku dan Reno sudah jadian beberapa minggu kemudian setelah insiden pertandingan basket kasar itu. Hihihih senangnya dapat cowok tampan seperti Reno. Aku yang dulu berfikir Reno dan Viola cocok, ternyata malah aku yang jadi pacarnya Reno. Aku sudah berubah, penampilanku sudah tidak seperti dulu lagi. Ini semua berkat Viola. Viola mengajakku ke salon dan ke Mall berbelanja pakaian. Vio yang memilihkan semua pakaian-pakaian itu, bahkan seragam sekolahku yang cupu abis itupun di rombak olehnya. Rambut panjangku kini terurai dengan indahnya tanpa ikatan apapun, Kacamata juga sudah diganti dengan lensa kontak. Vio yang memaksa tentunya. Kawat gigipun telah dibuka karena gigiku sudah rapih, Vio mengajariku memoles wajahku dengan bedak dan sedikit sapuan blush on. Waaah pokonya aku berubah. Mungkin karena perubahanku inilah yang membuat Reno tidak tahan untuk tidak bilang bahwa dia memang menyukaiku. Bahkan dari dulu dia sudah memperhatikanku. Dari aku masih si buruk rupa. Tapi satu pasti yang aku tahu. Bahwa Reno menyukaiku dengan tulus apa adanya. Terbukti dia memang sudah memperhatikanku sejak SMP dulu, hingga berani berbuat kasar terhadap Dimas. Waaah senangnya punya pacar Reno. Hihhihihi. Dan sekarang semua cowok-cowok terpesona melihatku.


* S E L E S A I *
Oleh,
Upay

baca juga,
  1. aku, kamu, dan sahabatku
  2. pinangan
  3. perempuan yang dicintai suamiku
  4. ayahku di mana?
  5. tentang Mika
  6. pernikahanku

No comments: