* * * * * * * * * *
Sahabat Bayang-Bayang
Tak pernah ada rasa sesal yang hinggap dalam hati kecil
ini. Ataupun rasa takut, tak pernah terpikir dan terasakan olehku. Gadis muda
yang penuh imajinasi. Apa salahnya berteman bahkan bersahabat? Tak salahkan? Tapi,
mengapa semua memandang penuh keanehan padaku? Mereka selalu bertanya ‘Kenapa
harus kamu?’. Sementara aku hanya bisa menatap bingung tak mengerti apa
yang mereka bicarakan.
“Hei, Forehead! Apa yang kau
pikirkan?” tanya seseorang yang membuyarkan lamunanku.
“Ah, kau mengagetkanku Ino pig.” jawabku
sambil menatapnya dengan kesal. Tentu itu hanya sebuah gurauan. Tak pernah aku
merasa benar-benar kesal padanya. Teman ‘Nyataku’ Yamanaka Ino.
“Jadi apa yang membuat sahabatku
Haruno Sakura melamun? Sasuke kah? Atau Naruto?” tanyanya penuh selidik padaku.
Ah ya namaku Haruno Sakura. Sasuke dan Naruto yang disebut-sebut oleh Ino
adalah temanku juga. Lebih tepatnya Teman kecilku.
“Bukan keduanya Ino. Apa aku
terlihat begitu perduli dengan mereka yang seenak jidatnya meninggalkanku
sendirian di club kemarin? Jawabannya TIDAK!” jawabku sewot. Cih, jika
menyangkut kedua pria brengsek itu aku mulai naik darah. Apalagi setelah
kejadian kemarin malam. Argh mengingatnya saja sudah membuatku emosi.
“Lalu? Masalah apa lagi?”
“Hanya masalah kecil, mungkin?”
jawabku ragu. Dan karena itu membuat salah satu alis temanku pig ini terangkat
keatas. Pertanda dia tidak mengerti.
Akupun menghela napas maklum. “Kau
masih belum ngeh ya?” dan anggukan adalah jawabannya. “Aigoo…” akupun
mulai gemas. Padahal kami sudah berteman cukup lama dan sudah sering curcol
bersama tapi tetap saja…
“Ah, aku ingat!!” teriaknya sambil
mengangkat jari telunjuk di depan mukaku.”Masalah itu ya? Tentang ‘SAHABATMU’
itukan? Kenapa lagi?”
Aku hanya menggeleng dan tersenyum
sebagai jawaban. Inopun mulai memaksaku untuk bercerita. Namun, aku tetap diam
tak mau bercerita. Dia terus mengoceh tentang persahabatan dan kebersamaan
kami. Akupun mulai memandang langit dan mengingat kembali ‘SAHABAT’ ku itu.
Semua berawal dari kejadian itu.
Hujan
lebat turun dengan sambaran petir yang tak bersahabat membuat siapapun menjadi
takut. Termasuk aku yang berada di dalam rumah sendirian. Ayah dan Ibuku pergi
keluar kota untuk urusan bisnis dan sepupuku Sasori juga sedang menginap di
rumah temannya. Itulah mengapa aku sendirian.
Saat
itu aku berumur lima tahun dan masih sangat kecil untuk ditinggal sendirian di
rumah yang sangat luas. Aku hanya dapat meringkuk di atas tempat tidur sambil
memeluk taddy bear kesayanganku. Tubuhku bergetar ketakutan saat
mendengar suara petir yang menyambar dengan keras. Seolah mereka
menyambar-nyambar diatas kepalaku. Apa lagi saat itu semua lampu padam, tak ada
sedikitpun cahaya yang ada hanya sinar petir yang menakutkan.
Dan
kesalahan itupun dimulai, Saat kusembunyikan wajahku di balik boneka kesayangan
milikku, aku merasakan kehangatan dari tangan seseorang yang menjalar dari
punggung tanganku. Tangan itupun mulai merambat kepunggungku dan memeluk tubuh
mungilku. Kehangatannyapun mulai merasuki diriku. Hingga…
“Jangan
takut aku disini…” bisikan halus tepat di telingaku dan hembusan napas yang
dihembuskan ke tengkukku. Akupun diam membeku.
“Jangan
takut, aku temanmu Sakura-sama”. Teman? Temanku?. Siapa? Ingin kupastikan siapa
dia. Namun rasa takut lebih kental daripada rasa ingin tahuku. Sasuke? Tapi
tidak mungkin jika dia. Naruto? Tidak mungkin dia ada di Amerika sekarang. Lalu
siapa? Akupun tidak berani melihatnya dan semakin kutenggelamkan wajahku ke
boneka itu.
“Itu
hanya sebuah petir yang menyelingi hujan. Bukan sesuatu yang menakutkan. Jadi
kau tidak perlu sampai setakut ini” ucapnya menghiburku. Tentu saja dengan
berbisik seperti sebelumnya.
“Ibu…
Ayah…” gumamku.
“Aku
temanmu. Neil…” Akupun tertegun sesaat saat mendengarnya. Neil. Itukah namanya?
Akupun mulai memberanikan diri untuk menatap dirinya. Dan senyuman menenangkan
di wajahnyalah yang pertama kulihat.
“Neil…”
kuulangi namanya dan saat itu pula senyumannya semakin lebar. Neilpun memelukku
kembali dan terus berkata jika kami teman dan menenangkan diriku agar tidak
ketakutan lagi.
Itulah
awal pertemuan kami dan awal dari bencana dalam hidupku…
***
“Sakura
hari ini ayah dan ibu akan pergi untuk perjalanan bisnis selama sebulan jadi-”
“Hn
aku tak apa. Jadi tenanglah ok!” potongku saat ayah mulai menjelaskan maksud
dinner keluarga ini.
“Saku
sayang jangan memotong ucapan orang tua ya? Itu tidak sopan” tegur ibuku halus sambil
mengelus kepalaku.
Secara
perlahan kusingkirkan tangannya dari kepalaku. Aku tidak pernah menyukainya.
Mereka seolah menyayangiku namun nyatanya mereka mengacuhkanku selalu.
“Tolong
jangan seperti ini bu. Aku bukan anak kecil lagi.” jelasku sambil memotong
steak di hadapanku.
Brakk…
“Haruno
Sakura!” bentak ayahku padaku saat melihat perilaku putri semata wayangnya ini.
Terlihat dengan jelas jika nafsu makannya hilang seketika itu juga, Wajahnya
mulai memerah karena marah dan kedua alisnyapun mulai bertaut tanda tak suka.
“Aku
sudah selesai. Aku kembali ke kamar dulu. Terima kasih atas makanannya.” ujarku
sambil membungkuk tanda hormat kepada
mereka sebelum aku melenggang pergi dari
ruang makan. Saat aku mulai menaiki tangga sempat kutolehkan wajahku kearah
kedua orangtuaku. Kesal, sedih, dan kecewa semuanya bercampur menjadi satu dan
terukir jelas di wajah mereka. Tapi, apa peduliku? Kutatap datar mereka dan
melenggang pergi ke kamarku di lantai dua.
Kubaringkat
tubuh sintalku di kasur empuk milikku. Aku mulai memandang langit – langit
kamar. Lelah. Itu yang kurasakan sekarang. Kuletakkan tanganku menutupi sinar lampu yang menyilaukan.
“Ada
apa? Bertengkar lagi?” tanya seseorang di sampingku. Neil?.
“Kenapa?”
tanyanya lagi tepat di telingaku. Kuturunkan tanganku dan kutolehkan kepalaku
ke samping. Dapat kulihat senyumnya yang hangat dan mata penuh rasa ingin tahu.
“Seperti
biasa” jawabku seadanya sambil tersemum melihatnya. Karena kurang nyaman dengan
posisiku akupun mengubah posisiku berbaring menyamping menghadap Neil.
“Oh,.”
Komentarnya mengerti. Diapun menatap lekat diriku. Tangannya mulai memaikan ramput
bubblegumku seperti biasa. Dan itu tidak membuatku terganggu. Entah kenapa.
Kuperhatikan
wajah pria dihadapanku ini dengan lekat. Rambut hitam arang yang berantakan,
mata blue saphire yang tajam namun penuh dengan kehangatan dan canda,
hidungnya mancung, bibirnya yang selalu mengulas senyum bahkan tawa untukku,
dan kulitnya yang putih seputih susu. Tak ada yang bisa membuat diriku
berpaling darinya, dari Neil.
“Lihatlah
dirimu hime… Untuk kesekian kalinya aku tahu kau menatap diriku penuh
nafsu hahaha” ucapnya sambil terkikik tidak lupa dengan jari telunjuknya yang
mencolek - colek pipiku.
“Tidak!
Aku tidak melihatmu penuh nafsu kok!” belaku. Aku merengut saat melihat
ekspresi Neil yang tidak percaya pada ucapanku. Melihat hal itu Neil terkekeh.
“Neil?”
“Ada
apa hime?”
“Kau
tidak akan meninggalkanku kan?” Neil menggeleng kepalanya dan berkata.
“Tidak
akan pernah aku pergi meninggalkanmu sendirian. Kitakan sahabat. Aku janji”
ucapnya mantap sambil mengacungkan jari kelingkingnya tanda perjanjian dan
akupun menautkan kelingkingku tanda persetujuan dariku.
Setelah
itu Neil semakin sumringah dan memelukku erat. Hangat. Itulah yang kurasakan
saat dipeluk olehnya. Neil sahabat terbaikku.
**
*
Tanpa
Sakura sadari di balik pintu kamarnya Tuan dan Nyonya Haruno mendengar semua
yang dia ucapkan. Ibunya menitikkan air mata tanda kesedihan dan ayahnyapun
memeluk sang istri mencoba menenangkan. Karena tidak kuasa dengan apa yang
terjadi merekapun kembali ke kamar tidur mereka.
***
Sebulan
telah berlalu dan kini keluarga Haruno berkumpul kembali namun bukan di rumah
megah mereka tapi di suatu tempat yang asing bagi Sakura.
“Dimana
kita?” tanyanya pada sang ibu yang sedari tadi merangkulnya.
“Nanti
kau juga tahu nak.” jawab sang ayah yang masih berjalan dibelakang mereka.
Terlihat jelas diwajah Kizashi kegusaran
yang teramat dalam namun inilah jalan terakhir. Demi dia, putri tercintanya.
“Kizashi
sama?” panggil seorang wanita paruh baya yang berdiri di depan pintu besar
bercat hitam. Tangannya melambai pada Kizashi dan dibalas dengan anggukan.
Saat
Sakura sekeluarga sampai dihadapannya. Wanita paruh baya itupun menyodorkan
tangannya pada Sakura. Bigung. Pelan tapi pasti Sakura mulai menyodorkan
tangannya untuk menyalami wanita dihadapannya. Namun…
‘Jangan!’
Neil?!. Mata Sakura terbelalak kaget. Dia yakin itu suara Neil sahabatnya.
Dia
mulai menoleh kesana kemari mencari Neil. Namun nihil Neil tidak ada. Apa itu
hanya khayalan Sakura saja?. Mungkin. Tapi, hatinya mulai gusar. Dia sangat
yakin itu tadi sara Neil.
“Ada
apa?” tanya wanita di hadapannya. Seolah dia tahu kegusaran Sakura.
“Tidak.
Tidak apa” jawab Sakura sedari menoleh ke belakang mencari Neil.
“Kalau
begitu ayo masuk” ajak wanita itu. Sakura sekeluargapun memasuki ruangan yang
berada dibalik pintu besar bercat hitam. Sesaat Sakura mulai terpesona melihat
interior ruangan tersebut. Sangking terkagumnya Sakura tidak sengaja menabrak
guci besar di depannya. Namun dengan cepat ditanggap oleh sang Ayah.
“Hati
– hati Sakura.” ujar sang Ayah. Sakura hanya mengangguk dan mengatakan,
“Sumimasen”.
“Daijobu,
duduklah dulu.Ah ya namaku Senju Tsunade tadi kita belum sempat berkenalan kan?
Aku kawan lama ayahmu Saku-chan” ujar wanita bernama Tsunade itu.
Sen-ju
Tsu-na-de sepertinya nama itu tidak asing bagi Sakura. Sakura mengernyit
bingung. Dan saat itupula tanpa sengaja dia melihat sebuah foto yang cukup
besar di pojok ruangan. Tapi, sayang foto itu ditutup dengan kain sehingga
hanya terlihat wajah Tsunade saja.
Tsunade
yang elihat rasa penasaran Sakura langsung mengikuti arah pandangnya. Diapun
tersenyum lalu berkata, “Apa kau penasaran dengan foto itu?”.
Sakura
yang kaget saat itu langsung menunduk dan merona.’Aish ketahuan malunya.’
Melihat itu Wanita berbaju hijau itupun tertawa lepas.
“Hahahahahahahaha…
tidak apa jika kau memang penasaran sayang. Sudah biasa kok. Hahahaha” ujarnya
disela-sela tawanya.
“Ah,
ya jika boleh tahu kenapa aku diajak kemari?” tanya Sakura yang mulai sebal
dengan sikap wanita di hadapannya ini.
Sekejap
kemudian semua diruangan itu diam tak bersuara. Kizashi beserta sang istri
membungkam diri, mereka takut untuk mengatakannya. Tsunade yang sedari tadi
tertawapun diam dan menatap tajam kearah Sakura.
“Haruno
Sakura” panggilnya. Wajahnya tampak serius menatap Sakura yang mulai tegang.
‘Ada apa ini? Kenapa suasananya berubah menjadi setegang ini?’ piker Sakura.
“Sudah
lima belas tahun kita tidak pernah bertemu lagi. Ini kali pertama kita bertemu
kembali.”
“Ha?
Lima belas-tahun?”
“Sepertinya
kau tidak ingat aku. Hah, tapi wajar jika kau lupa padaku dan segelku terlepas.
Seandainya aku tidak membawamu ke rumah itu kau pasti hidup normal sekarang”
jelas Tsunade yang membuat Sakura semakin bingung.
“Apa
maksudmu nyonya? Ibu? Ayah?” Sakura mencari kejelasan pada mereka yang ada di
sekelilingnya. Namun… dapat dilihat dengan jelas wajah ayahnya yang penuh sesal
dan sang ibu yang hamper meneteskan wajahnya.
Brakk…
Sakura menggebrak meja. Dia mulai kesal dengan apa yang terjadi. Dilangkahkan
kakinya kearah pintu besar itu. Tak dipedulikannya ketiga manusia itu dia ingin
keluar dan pulang melupakan keanehan hidupnya hari ini.
“Tidakkah
kau penasan dengan foto itu?” hingga pertanyaan itu keluar dari mulut Tsunade
langkah kaki Sakura berhenti seketika. Dia penasaran amat penasaran namun dia
juga harus secepatnya pergi dari sini. Gagang pintu sudah ada dipegangannya
lalu apa lagi yang perlu dipikirkannya.
“Neil.
Tadayama Neil. Kau mengenalnya?” Deg. Secepat kilat Sakura langsung menoleh kearah
wanita berambut pirang yang duduk di sofa penjang itu.
“Siapa
kau? Bagaimana bisa kau…”
Tsunade
menatap gadis bubblegum itu penuh dengan kesedihan dan penyesalan yang teramat
dalam. Bagaimana tidak? Karena dirinya seorang gadis muda harus menerima ikatan
yang tidak seharusnya. Ikatan iblis yang memakan jiwanya secara perlahan dan
membawanya kedunia bawah yang mengerikan.
“Aku
Senju Tsunade . Aku penjaga Neil.” ujarnya penuh penekanan.
Bingung.
Itulah yang dirasakan Sakura saat ini. Bagaimana tidak syok coba? Jika wanita
yang mengaku kawan lama ayahmu sekarang mengaku kalau dia seorang penjaga dari
sahabatmu. Dan lagi bagaimana bisa dia mengenal sahabatnya Neil dan nama
panjangnya padahal dirinya saja tidak tahu nama panjang Neil. Tapi, tapi,
bagaimana bisa? Argh!
“Sakura…”
panggil Tsunade sendu. Entah sejak kapan wanita itu sudah ada di hadapan
Sakura. Sementara Sakura yang masih berdiam diri di depan pintu kembali menatap
Tsunade penuh tanya dan bingung.
“Aku
tahu kau bingung bagaimana bisa aku mengenal Tadayama Neil.” Secara otomatis
Sakura mengangguk. Tsunade menghembuskan nafas beratnya.
“Ini
sudah pada batasnya dan kau harus tahu hal penting ini Sakura.” Tsunade mulai
berjalan sambil menarik Sakura agar mengikutinya. “Bukankah kau penasaran
dengan foto besar ini?”
Sakura
diam dan menoleh kebelakang melihat ayah dan ibunya. Merekapun menatap Sakura
penuh kasih dan cinta. Sang ibu mengangguk pada Sakura seolah berkata ‘ayo
nak’. Dia menoleh dan menatap bingkai foto besar dihadapannya.
Kain
hitam itupun ditarik oleh Tsunade dan semakin terlihat jelas foto siapa saja
itu. Di dalam foto itu dapat dilihat Tsunade berdiri di tengah-tengah dua orang
pria dewasa yang entah siapa itu. Lalu didepan mereka bertiga ada sosok pria
muda berambut hitam arang berantakan, mata blue saphire yang tajam namun
penuh dengan kehangatan dan canda, hidungnya mancung, bibirnya yang selalu
mengulas senyum bahkan tawa untukku, dan kulitnya yang putih seputih susu.
“Itu
aku dan kedua suamiku. Yang rambut hitam panjang itu bernama Orochimaru
sedangkan pria berambut putih panjang dan berantakan itu bernama Jiraiya. Dan
pemuda yang duduk dihadapan kami adalah…”
“Ne-il”
potong Sakura yang menatap lekat foto pemuda itu. Wajahna mengeras, tangannya
mengepal menahan amarah.
‘Pergi
Sakura. Pergilah dari sana Sakura!’ Secepat kilat Sakura menoleh kebelakang
setelah mendengar suara itu.
“Neil!”
Panggilnya. Sekarang dia semakin yakin jika sahabatnya itu ada disini. Tapi
kenapa dia tidak dapat melihatnya.
“Kau
dimana Neil? Keluarlah!” ujar Sakura sambil mengelilingi ruangan dan sesekali
menengok kesana kemari. Melihat hal itu Kizashi dan istrinya mencoba
menghentikan Sakura dengan memeluknya.
“Hentikan
Sakura! Dia tidak ada Sakura! Tidak ada!” yakin Kizashi pada sang putri yang
memberontak di pelukannya. Sakura menoleh pada sang ayah dan menatapnya dengan
rasa benci.
“Memang
siapa kau berani-beraninya melarangku?! Hanya karena kau ayahku bukan berarti
kau bisa bicara seperti itu!” ujar Sakura sinis pada sang ayah. Kizashi dan
istrinyapun kaget mendengan ucapan putri mereka. Sementara Tsunade menatap
nanar gadis yang memberontak itu.
“Lepaskan!
Lepaskan aku! Aku harus mencari Neil!”
“Apa
yang dikatakan ayahmu benar Sakura. Neil dia tidak ada. Dia sudah mati” Jelas
Tsunade sambil memegang kedua bahu Sakura mencoba meyakainkannya.
Deg.
Syok. Sakura berhenti berontak. Dia diam seketika setelah mendengar itu.
Matanya membulat kaget, mulutnya terbuka kaku seolah sulit untuk berbicara.
“Neil
yang kau lihat setiap harinya. Yang ada di sampingmu selama ini hanyalah
bayangan Sakura. Dia tidak nyata” Tsunade mulai menangis saat mengatakannya.
Sementara ibu dan ayahnya telah menangis tersedu-sedu sedari tadi.
Sakit.
Itu yang Sakura rasakan sekarang. Dipegangnya dada kirinya sakit dan perih itu
bercampur menjadi satu. Kecewa dan sedihpun telah meluap menjadi tetesan air
mata yang mulai merembes keluar dari kelopak matanya membanjiri pipi putihnya.
Sakura hanya dapat meringis menghadapi kebodohan dirinya saat ini.
***
Sementara
itu dapat kita lihat terdapat sosok gelap di atas pohon maple berdiri
dengan aura hitam terpancar dari seluruh tubuhnya. Wajahnya sangat datar namun
terlihat jelas jika dia sangat marah. Matanya memancarkan semua emosi itu.
“Tsu-na-de”
ucapnya lirih.
Awan
hitam muncul entah darimana, berkumpul menutupi sang mentari yang indah.
Diikuti dengan suara guntur yang menggema dan kilat yang mulai
menyambar-nyambar.
“Rasakan
akibatnya jika kau mencoba merebut milikku” ujarnya dengan evilsmirk yang
terpahat dibibir sexynya. Melunturkan senyum ceria yang biasa menjadi
kekhasan dirinya.
***
Tsunade
menoleh kearah jendela. Dapat dirasakan olehnya bahaya yang akan muncul
sebentar lagi. Aura khas yang hanya muncul dari seseorang yang paling dikenal
olehnya. Orang yang telah tiada lima puluh tahun yang lalu. Tadayama Neil.
Prang…
Pyar… Seketika itu pula semua kaca dan guci yang ada diruangan itu pecah begitu
saja. Semua orang termasuk Sakura kaget dan mulai takut. Dan berlanjut dengan
barang-barang yang mulai terbang sendiri tidak ada yang mengendalikannya. Namun
anehnya hanya benda-benda tajam yang melayang. Ada apa ini? Ada apa lagi?
Sakura
mulai pening dengan keanehan ini. Kenyataan pahit yang dialami olehnya. Dan
masih menjadi misteri dalam kehidupannya. Tapi ada hal yang masih dia bingung
lalu Neil itu apa?
“Tsunade
san. Lalu siapa Neil?” tanya Sakura yang
masih linglung kurang memahami bahaya yang akan datang. Sementara ibu dan ayahnya hanya dapat tepuk jidat
karena kurang pekanya putri mereka. Tsunade menghela nafas maklum dan akan
menjawab namun…
Angin
berhembus kencang ke dalam ruangan tersebut dan dapat dilihat bayangan
seseorang yang berdiri diatas pagar pembatas sambil menyender pinggiran
jendela. Tak lupa dengan evilsmirknya.
“Ohayo
minna…” sapa sosok itu. “Dan ohayo Sakura sama” lanjutnya sambil menatap Sakura
yang terpaku padanya. Setelah membungkuk sebagai tanda hormat sosok itu kembali
keposisi tegapnya dan menoleh kearah Tsunade dengan menatapnya penuh benci.
“Hmm…
Lama tak berjumpa obasama. Bagaimana kabarmu?” tanyanya sambil mendekati
Tsunade yang semakin mundur saat didekatinya. Dan berhenti tepat didepan Sakura
dan orangtuanya.
“Ah
ya ini juga kali pertama kita bertemukan? Maaf atas ketidak sopananku” ucapnya
sambil membungkuk hormat pada Kizashi dan istrinya yang menatapnya takut.
Sementara Sakura menatapnya dengan pandangan yang tak dapat diartikan.
Kesempatan.
Tsunade mengambil salah satu pedang yang melayang dan menebas sosok yang
membelakanginya tersebut namun… Prang! Pedang itu jatuh dan patah menjadi dua
sebelum mengenai punggung sasarannya. Semua orang kaget termasuk Sakura. Mereka
melihat Tsunade yang tak berdaya ada dicengkraman sasarannya tersebut.
“Inikah
caramu menyambut kawan lama? Tsu-na-de” ujar sosok itu sambil mencekik leher
wanita berkuncir dua itu. Tsunade hanya mendecih tak suka dengan sebutan ‘kawan
lama’ dari sosok dihadapannya ini.
“Siapa
kau?” pertanyaan itu memecah ketegangan yang ada diantara Tsunade dan sosok
itu. Dan pertanyaan itu berasal dari balik punggung sosok tersebut yang
sekarang memegang senjata berupa katana.
Kaget.
Tentu saja. Setelah lima belas tahun lamanya mereka bersama bagaimana bisa
sosok gadis ini melupakannya. Bercanda dia. Dilepaskannya cengkramannya pada
kawan lamanya Tsunade dan berbalik menghadap gadis miliknya itu. “Sakura…”
panggilnya.
Hening.
Tak ada jawaban.
“Sakura.
Ini aku” ucapnya lagi sambil menunjuk dirinya sendiri. Tak ada respon. Dia
menghela nafas dan tersenyum maklum.
“Sakura
ini aku Neil. Sahabatmu hime. Lupakah dirimu padaku?” ujarnya kembali sambil
berusaha mendekati Sakura yang terus berjalan mundur sambil menghunuskan pedang
kearahnya dengan setianya.
“Sakura
turunkan pedangmu. Ini aku Neil” perih. Rasanya perih sekali saat melihat
wanita yang kita puja tidak menghiraukan kita.
“Siapa
kau?” mengakhiri kebisuannya. Dengan tatapan tajam dan tetap menghunuskan
pedang kearah pemuda itu. Dapat dilihat kekagetan yang terpancar dari wajah
rupawan Neil. Rahnggnya mulai mengeras pertanda amarahnya sudah diujung tanduk.
Neil
mendesis tak suka dengan pertanyaan itu. Dia sudah muak dengan semua ini.
Kenapa disaat dia akan hidup kembali menjadi manusia dia harus menghadapi
masalah yang ditimbulkan oleh penjaga brengseknya, Tsunade!
“Aku
Neil. Tadayama Neil. Sahabatmu.” Jelasnya penuh penekanan pada setiap kata.
“Siapa
kau?” tanya Sakura lagi.
“Neil.
Sahabatmu” jawab Neil sambil menatap Sakura tajam.
“Sekali
lagi aku tanya padamu. SIAPA KAU?!” bentak Sakura penuh emosi menanyakan siapa
dirinya. Diam. Semua orang diam saat mendengar bentakan Sakura yang sarat akan
amarah.
Cukup.
Neil tidak dapat menahannya lagi. Ditatapnya gadis kesayangnnya itu penuh
kasih.
“Aku
Neil, sahabatmu yang selalu ada untukmu. Yang selalu menemanimu dikala senang
maupun sedih. Yang selalu memelukmu setiap malam. Yang selalu menghapus air
mata yang keluar dari mata indahmu. Yang…”
“Selalu
menghisap jiwaku setiap malam demi kehidupanmu. Benar?” potong Sakura. Ya
Sakura sadar sekarang kesalahan besar dalam hidupnya.
“Neil…”
ucapnya sendu. Sementara sosok yang dipanggil hanya diam tanpa suara. Nyatanya
rahasia terbesarnya terbongkar sekarang.
“Aku…”
air mata mulai jatuh membasahi pipi Sakura lagi.”Membencimu…”
Deg.
Prang…
Prang… Prang…
Tak
bisa. Tidak akan bisa. Dia tak bisa membiarkan ini terjadi. Sakura adalah miliknya.
Sakura tidak boleh membencinya. Sakura adalah jembatan kehidupan keduanya. Tak
bisa…
Kalau
Sakura tidak mau menjadi miliknya. Maka kematian adalah pilihannya.
“Kalau
begitu matilah…” ucapnya lirih sambil menyerang Sakura. Jleb.”Aaagh…” suara
rintihan kesakitan itu menggema hingga keluar. Darah mulai mengalir dengan
deras membasahi tubuh dan lantai disekitarnya. Semua terpaku kaget. Bahkan
Neil.”Tidaaakkkkkk.…!!!!!!!!!!!!!” Suara gutur melengkapi jeritan tangis itu. Kilat
menyambar-nyambar di atas rumah itu. Hujan turun semakin deras meredam
jeritan-jeritan pilu yang menyayat hati. Langit menjadi saksi pengorbanannya
untuk keluarga tercintanya.
***
“Ayah
dan ibu sangat mencintaimu Sakura…” ujar Kizashi pada sang putri tercintanya.
“Maaf
jika kami membuatmu selalu kesepian Sakura” timpal Mebuki.
“Ini
adalah pengorbanan yang impas untuk membalas kesedihanmu.” Ucap mereka.
‘Seandainya
saja aku lebih memahami mereka…’
‘Mungkin
mereka tak akan pergi’
***
“Hoi
Sakura! Hoii” suara cempreng dari seorang pemuda membangunkannya dari kenangan
masa lalunya. Pemuda pirang yang
membungkuk sambil mengibaskan tangannya didepan wajah Sakura menatap penuh
tanda tanya. Dan berucap “Kau kenapa melamun?”
“Sakura
memikirkan bagaimana caranya memberi pelajaran pada kalian berdua!” sentak Ino
pada dua pemuda dihadapan mereka ini. Sementara Sakura, hanya diam melihat
pertengkaran Ino dan Naruto. Sementara Sasuke masih menatap Sakura lekat seolah
meminta kejelasan.
“Aku
hanya rindu mereka saja hehehe” jawab Sakura sambil cengengesan.
“Hn”
jawab Sasuke sambil duduk di samping Sakura “Maaf soal kemarin”
“Hn.
Daijobu” ucap Sakura sambil tersenyum pada Sasuke.
Inilah
hidupnya sekarang. Dia memiliki banyak teman dan sahabat yang selalu ada
untuknya. Walau dia hidup sendiri sekarang tapi rasanya masih terasa hidup
bersama keluarga.
‘Neil,
aku merindukanmu… Sahabatku….’
24 - 30 Desember 2015
No comments:
Post a Comment
Silahkan berkomentar di blog ini. Mohon untuk tidak berkomentar yang bersifat provokatif. Komentar yang tidak pantas, tidak akan ditampilkan. terima kasih !